Faktor Sosial dan Budaya pada Perilaku Kesehatan

Gambar:Ilustrasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa hidup sendiri sehingga membentuk kesatuan hidup yang dinamakan masyarakat.dengan definisi tersebut,Ternyata pengertian masyarakat masih dirasakan luas dan abstrak sehingga untuk lebih konkretnya maka ada beberapa unsur masyarakat,unsur masyarakat dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu:kesatuan sosial dan pranata sosial.kesatuan sosial merupakan bentuk dan susunan dari kesatuan-kesatuan individu yang berinteraksi dengan kehidupan masyarakat.sedangkan yang dimaksud pranata sosial adalah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.norma-norma tersebut memberikan Petunjuk bagi tingkah laku seseorang yang hidup dalam masyarakat.
Baca Juga:
Keindahan Dalam Gerak (Pencak Silat Buton)
Rasa Kangen Anak Rantau Buton, Dengan Kambewe
 


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Indonesia yang yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam masyarakatnya. Terkadang, budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh. Hal ini menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis lainnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan di Indonesia begitu kompleksnya.
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masayarakat ada kecenderungan untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan. Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga dalam mensosialisasikan kesehatan pada masyarakat luas dapat lebih terarah yang implikasinya adalah naiknya derajat kesehatan masyarakat.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat  memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan kesehatan  sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

B.   Rumusan Masalah
1.  Apakah kaitan antara sosial budaya dan perilaku kesehatan ?
2.  Apa sajakah faktor sosial budaya pada perilaku kesehatan ?

C.   Tujuan
1.  Untuk mengetahui faktor sosial budaya pada perilaku kesehatan ?
2.  Untuk mengetahui faktor sosial budaya pada perilaku kesehatan ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk multidimensional yaitu sebagai personal atau individual, sosial-komunal, dan spiritual-kosmologikal. Dari kehidupan ini, muncul konteks mikrokosmos (pribadi) dan makrokosmos (alam semesta). 
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan hidupnya dengan manusia lain. Sudah bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk kebudayaan, tatanan hidup, dan sistem kemasyarakatan terbentuk karena interaksi dan benturan kepentingan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Sejak zaman prasejarah hingga sejarah, manusia telah disibukkan dengan keterciptaan berbagai aturan dan norma dalam kehidupan berkelompok mereka.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia lain, misalnya interaksi antara penyuluh kesehatan dengan masyarakat atau interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien. Jika hubungan interaksi tersebut tidak berjalan dengan baik maka tentu saja akan memberi dampak pada individu atau masyarakat itu sendiri. Ketika petugas kesehatan khususnya penyuluh kesehatan tidak tahu tentang bagaimana cara melakukan pendekatan sosial dan cara berinteraksi dengan suatu kelompok masyarakat maka tentu saja komunikasi tidak akan berjalan dengan baik dan akan berdampak pada kesehatan masyarakat itu sendiri.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:
a.   Manusia tunduk pada aturan, norma social
b.   Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain
c.   Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d.   Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

B.   Manusia Sebagai Makhluk yang Berbudaya
Manusia memiliki kemapuan untuk mengola potensi diri (akal pikiran) interaksi dan mengola lingkungan. Dalam mengola diri, manusia melahirkan ilmu dan keyakinan diri. Berinteraksi melahirkan tata aturan dan norma. Sedangkan mengola lingkungan, selain melahirkan organisasi juga melahirkan alat dan teknologi.
Keseluran dari kemampuan pengolahan manusia itu, baik secara individual maupun kolektif, disebut budaya. Dengan kata lain, dimana ada manusia disana ada masyarakat dan dimana ada masyarakat disana ada kebudayaan oleh karena itu manusia adalah makhluk budaya.
a.    Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitandengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Menurut Koentjaraningrat: kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1.  Wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup
2.  Aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret
3.  Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.
Manusia dinilai makhluk yang berbudaya jika manusia tersebut memiliki akal dan pikiran yang selalu aktual dalam mengisi kehidupannya dengan tidak lelah mencari ilmu pengetahuan apapun untuk mengembangkan kepribadiannya. Dengan berbekal akal dan pikiran yang terus-menerus diasah, diharapkan manusia tersebut mencapai tujuan-tujuan hidup mereka dengan baik. Sehingga dari hal tersebut, manusia dapat membagi apa yang telah meraka dapatkan dengan manusia-manusia lainnya yang membutuhkan.
Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas dari masyarakatnya yang tampak dari luar. Dengan menganalisis pengaruh akibat budaya terhadap lingkungan seseorang dapat mengetahui, mengapa di sebuah lingkungan tertentu akan berbeda kebiasaanya dengan lingkungan lainnya dan mengasilkan kebudayaan yang berbeda pula. 
b.    Unsur-Unsur Budaya
Menurut Clyde Kluckhohm menyebut ada tujuh unsure kebudayaan yaitu bahasa, system pengetahuan, organisasi sosial system peralatan hidup dan teknologi, system mata pencarian system religi dan kesenian :
1.    Bahasa yaitu alat komunikasi, baik yang di wujudkan dalam bentuk bahasa lisan, tulisan, atau simbolik.
2.    Pengetahuan yaitu aspek fungsi dari akal pikran manusia.
3.    Organisasi sosial yaitu kelembagaan sosial dimasyarakat baik yang bersifat primer (alamiah) maupun sekunder ( dibentuk)
4.    Kesenian yaitu wujud ekspresi seni masyarakat. Dalam konteks kesehatan yaitu penggunaan music yang digunakan dalam terapi kesehatan tata ruang kamar rumah sakit secara indah juga termasuk kedalam wujud kesenian
5.    Alat dan teknologi yaitu perangkat bantu dalam memperlancar aktifitas manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya
6.    Religi, yaitu aspek kepercayaan dan keyakinan manusia pada al-khaliq atau sesuatu yang suci
7.    Mata pencaharian setiap masyarakat memiliki unsure mata pencaharian mulai bertanya sampai menjual jasa, tenaga kesehatan adalah mata pencaharian penjual jasa
8.    System pendidikan yaitu proses manusia dalam mengsosialisasikan nilai dan norma kepada anggota masyarakatnya, baik dilingkungan rumah keluarga atau lembaga sosial tertentu.
C.   Perilaku Kesehatan
Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Sedangkan determinan faktor eksternal adalah factor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang, yaitu lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sudarti (2005) yang menyimpulkan pendapat Bloom tentang status kesehatan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan yaitu; lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, perilaku, keturunan, dan pelayanan kesehatan, selanjutnya Bloom menjelaskan, bahwa lingkungan sosial budaya tersebut tidak saja mempengaruhi status kesehatan, tetapi juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Selanjutnya Sudarti (2005), yang mengutip pendapat G.M. Foster menyatakan, selain aspek sosial yang mempengaruhi perilaku kesehatan, aspek budaya juga mempengaruhi kesehatan seseorang antaranya tradisi, sikap fatalisme, nilai, etnocentrism, dan unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dalam proses sosialisasi.
Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour cause) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga faktor, yaitu;
1.  Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya
2.  Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, air bersih dan sebagainya
3.  Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Menurut Notoatmodjo (2007), memberikan pandangan bahwa perubahan perilaku atau adopsia perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku dalam kehidupannya melalui tiga tahap, yaitu; pengetahuan, sikap dan tindakan.

1.   Pengetahuan Kesehatan (health knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penginderaan mata (melihat) dan telinga (mendengar). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang dibandingkan dengan perilaku yang biasa berlaku, pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuk sikap dan tindakan.
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Indikator untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga indikator, yaitu;
1)     Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
2)     Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat
3)     Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

2.    Sikap Terhadap Kesehatan (health attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidak senangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita dengan sesuatu, atau menyebabkan kita menolaknya (Wahid, 2007).
Sikap dapat dipandang sebagai predisposisi untuk bereaksi dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang dan konsep apa saja. Ada beberapa asumsi yang mendasari pendapat tersebut, yaitu:
1)     sikap berhubungan dengan perilaku
2)     sikap yang berkaitan erat dengan perasaan seseorang terhadap objek
3)     sikap adalah konstruksi yang bersifat hipotesis, artinya konsekuensinya dapat diamati, tetapi sikap itu tidak dapat dipahami.

Adapun ciri-ciri sikap menurut Azwar (2009) adalah sebagai berikut :
1.      Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.
2.      Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal reference) merupakan factor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.
3.      Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.
4.      Sosial budaya (Culture), berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu.
Kekuatan sikap tergantung dari banyak faktor, faktor yang terpenting adalah faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap antara lain;
a.  Pengalaman pribadi, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional
b.  Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting (tokoh)
c.   Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
d.  Media massa, dalam media komunikasi berita atau informasi yang disampaikan dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya
e.  Lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan sehingga mempengaruhi sikap, dan;
f.    Factor emosional, kadangkala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego
3.    Tindakan Kesehatan (health practice)
Praktik kesehatan ataupun tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas seseorang dalam rangka memelihara kesehatan. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (over behavior), untuk mewujudkannya menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas (sarana dan prasarana), juga diperlukan dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007).

D.   Hubungan Antara Sosial Budaya dan Perilaku Kesehatan
Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan budaya menurut Mitchel merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar, pengetahuan, moral hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh individu - individu dan masyarakat, yang menentukan bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain. Jadi dapat disimpulan bahwa, sosial budaya adalah semua hal yang tercipta dari akal dan nurani manusia untuk kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat mengembangkan kebudayaaan, karena manusia merupakan makhluk yang bertransdensi, suatu kemampuan khas untuk meningkatkan dirinya selaku makhluk berakal budi. Kebudayaan memungkinkan masyarakat memperoleh gerak hominisasi (pemanusiaan manusia) dilain pihak kebudayaan merupakan proses humanisasi (peningkatan martabat manusia). Keduanya bermakna spritual bukan fisikal. Tidak ada yang mampu menyangkal bahwa kebudayaan adalah khas masyarakat sebagai pelaku aktif kebudayaan. Masyarakat menjalankan kegiatannya untuk mencapai sesuatu yang bernilai baginya dan dengan demikian tugas kemanusiannya menjadi lebih nyata.
Manusia merupakan makhluk sosial, yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam setiap kelompok masyarakat terdapat aturan, norma, nilai, dan tradisi yang berbeda-beda. Hal-hal tersebut berkembang bersama masyarakat dan turun temurun dari generasi ke generasi. Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara berperilaku dalam bermasyarakat, hal ini dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak negative. Disinilah kaitannya dengan kesehatan, ketika suatu tradisi yang telah menjadi warisan turun temurun dalam sebuah masyarakat namun ternyata tradisi tersebut memiliki dampak yang negatif bagi derajat kesehatan masyarakatnya. Misalnya, cara masyarakat memandang tentang konsep sehat dan sakit dan persepsi masyarakat tentang penyebab terjadinya penyakit disuatu masyarakat akan berbeda-beda tergantung dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut.
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa kepercayaan gaib. Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah dengan mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang inovatif sesuai dengan norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.
Dalam menciptakan kebudayaan yang inovatif di suatu masyarakat setempat, seseorang harus mengubah persepsi masyarakat agar mereka merasa butuh. Perubahan yang ingin dicapai harus dipahami dan dikuasai masyarakat sehingga dapat diajarkan dan diterapkan. Selain itu perubahan yang dilakukan tidak merusak prestise pribadi atau kelompok masyarakat.
Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya.

E.   Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan dan Status Kesehatan
1.  Aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku kesehatan
Aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan
 antara lain adalah :
a.  Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan golongan umur. Misalnya balita lebiha banyak menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain-lain.
b.  Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula. Misalnya dikalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak menderita kanker prostat.
c.   Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya dikalangan petani banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja yang banyak dilakukan disawah dengan lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang bekerja diindustri , misal dipabrik tekstil banyak yang menderita penyakit saluran pernapasan karena banyak terpapar dengan debu.
d.  Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan dikalangan masyarakat yang status ekonominya rendah.
Menurut H. Ray Elling (1970) dan G.M Foster (1973), ada beberapa faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku kesehatan, antara lain :
a.    Pengaruh Self Concept terhadap Perilaku Kesehatan
Self Concept ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita kepada orang lain. Apabila orang lain melihat kita positif dan menerima apa yang kita lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita. Tetapi apabila orang lain berpandangan negatif terhadap perilaku kita dalam jangka waktu yang lama, kita akan merasa suatu keharusan untuk melakukan perubahan perilaku. Self Concept adalah faktor yang penting dalam kesehatan, Karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan juga perilaku petugas kesehatan.
b.    Pengaruh Image Kelompok terhadap Perilaku Kesehatan
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai contoh, keluarga di pedesaan yang mempunyai kebiasaan untuk menggunakan pelayanan dukun, akan berpengaruh terhadap perilaku anaknya dalam mencari pertolongan pengobatan pada saat mereka sudah berkeluarga.
c.    Pengaruh Identifikasi Individu kepada Kelompok Sosialnya terhadap Perilaku Kesehatan
Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat penting untuk memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka. Identifikasi tersebut dinyatakan dalam keluarga besar, di kalangan kelompok teman, kelompok kerja desa yang kecil, dan lain – lain.
2.  Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan seseorang antara lain adalah :
a.  Pengaruh tradisi
Banyak tradisi yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan misalnya tradisi merokok bagi orang laki2 maka kebanyakan laki2 lebih banyak yang menderita penyakit paru dibanding wanita. Tradisi wanita habis melahirkan tidak boleh makan ikan karena ASI akan berbahu amis, sehingga ibu nifas akan pantang makan ikan.
b.  Sikap fatalistis
Sikap fatalistis arti sikap tentang kejadian kematian dari masyarakat Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh : Beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
c.   Sikap ethnosentris
Sikap ethnocentris yaitu sikap yang memandang bahwa budaya kelompok adalah yang paling baik, jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya orang-orang barat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya,dan selalu beranggapan bahwa kebudayaannya paling maju,sehingga merasa superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang berkembang. tetapi dari sisi lain,semua anggota dari budaya lainnya menganggap bahwa yang dilakukan secar alamiah adalah yang terbaik. Oleh karena itu,sebagai petugas kesehatan kita harus menghindari sikap yang menganggap bahwa petugas adalah orang yang paling pandai,paling mengetahui tentang masalah kesehatan karena pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan masyarakat setempat sehingga tidak perlu mengikut sertakan masyarakat tersebut dalam masalah kesehatan masyarakat.dalam hal ini memang petugas lebih menguasai tentang masalah kesehatan,tetapi masyarakat dimana  mereka bekerja lebih mengetahui keadaan di masyarakatnya sendiri. Contoh lain : Seorang perawat/ dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.
d.  Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Sikap perasaan bangga atas perilakunya walaupun perilakunya tidak sesuai dengan konsep kesehatan. hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnosentrisme. Contoh : Dalam upaya perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat bernaggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.
e.  Pengaruh norma
Norma dalam masyarakat sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dibidang kesehatan, karena norma yang mereka miliki diyakininya sebagai bentuk perilaku yang baik.  Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.
f.    Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan dan perilaku individu masyarakat, kerena apa tidak melakukan nilai maka dianggap tidak berperilaku “ pamali” atau “ Saru “. Nilai yang ada dimasyarakat tidak semua mendukung perilaku sehat. Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang merugikan kesehatan.
ü  Nilai yang merugikan kesehatan à arti anak yang banyak akan membawa rejeki sendiri sehingga tidak perlu lagi takut dengan anak banyak.
ü  Nilai yang mendukung kesehatan à tokoh masyarakat setiap tutur katanya harus wajib ditaati oleh kelompok masyarakat, hal ini tokoh masyarakat dapat di pakai untuk membantu sebagai key person dalam program kesehatan. RRT kalau punya anak lebih satu didenda
Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
g.  Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap perilaku kesehatan.
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, anak harus mulai diajari sikat gigi, buang air besar di kakus, membuang sampah ditempat sampah, cara makan/ berpakaian yang baik  sejak awal, dan kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa dan bahkan menjadi tua.kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk diubah ketika dewasa.
h.  Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan selalu dinamis artinya  setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan seterusnya. apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat,maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan,menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh terhadap perubahan,dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebutapabila ia tahu budaya masyarakat setempat dan apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan,maka ia harus dapat mengantisipasi reaksi yang muncul yang mempengaruhi outcome dari perubahan yang  telah direncanakan.
Artinya seorang petugas kesehatan kalau mau melakukan perubahan perilaku kesehatan harus mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini  bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.

F.    Perubahan Sosial Budaya
Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa yang mempunyai latar budaya yang beraneka ragam.lingkungan budaya tersebut sangat mepegaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebut,sehingga dengan beranekaragam budaya,menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan.
Dengan masalah tersebut,maka petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dangan latar budaya yang beraneka ragam, perlu sekali mengetahui budaya dan masyarakat yang dilayaninya,agar pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat akan memberikan hasil yang optimal,yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat.
Karena perilaku dipengaruhi budaya, maka untuk merubah perilaku juga harus dirubah budayanya. Bentuk perubahan sosial budaya:
1.  Perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat
2.  Perubahan yang pengaruhnya kecil dan yang pengaruhnya besar
3.  Perubahan yang direncanakan dan yang tidak direncanakan
Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam jangka waktu pendek disebut inovasi, Syarat inovasi:
1.  Masyarakat merasa membutuhkan perubahan
2.  Perubahan harus dipahami dan dikuasi masyarakat
3.  Perubahan dapat diajarkan
4.  Perubahan memberikan keuntungan di masa yang akan datang

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu tingkah laku yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang merupakan bagian dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan. Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya.

B. Saran
Sebagai petugas kesehatan perlu mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Dengan  mengetahui pengetahuan masyarakat, maka petugas kesehatan akan mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan mana yang perlu dilestarikan dalam memperbaiki status kesehatan. Kita juga perlu mempelajari bahasa lokal agar lebih mudah berkomunikasi, menambah rasa kedekatan, rasa kepemilikan bersama dan rasa persaudaraan.



DAFTAR PUSTAKA
Ayu Purnamaningrum, 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Perilaku Masyarakat Untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Mata (Factors Related To The Community’s Behaviour To Get Eye
Health Servic), Universitas Diponegoro. (diakses tgl 20 februari 2015

Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup Sehat
Terhadap Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan, Jakarta. (diakses tgl 20 februari 2015)
Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.
Fitri Nur azizah. 2013. Aspek Sosial Mempengaruhi Kesehatan, (diakses tgl 23 februari 2015)
Lukman Hakim, dkk., 2013, Faktor Sosial Budaya Dan Orientasi Masyarakat Dalam Berobat (Socio-Cultural Factors And Societal Orientation In The Treatment), Universitas Jember (UNEJ),
Jember. (Diakses tgl 20 februari 2015)

Ida Ayu Alit Laksmiwati, 2012. Transformasi Sosial Dan Perilaku Reproduksi Remaja, Universitas Jember, Jember. (Diakses tgl 20 februari 2015)

Momon sudarman, sosiologi untuk kesehatan, google book. (Diaskes 20 februari)
Notoatmodjo Soekidjo, 1990, Pengantar Perilaku Kesehatan, FKM-UI, Jakarta.
Nugroho,dkk., 2010, Perilaku Kesehatan Dan Proses Perubahannya
Dinas Kesehatan Polewali mandar, Sulawesi tengah.
Putriyani, 2012, Persepsi tentang Kesehatan Diri dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Berobat Ke Dukun Cilik Ponari, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. (Diaskes 21 februari)

Reni Kustyana, 2013, Perilaku Masyarakat Dalam Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan (Studi Pada Poliklinik Desa Dan Dukun Di Gunung Ibul Barat Prabumulih), Universitas Sriwijaya, Palembang. (Diaskes 20 februari)


Sandra Imelda H, 2013, Faktor sosial budaya yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat menuju paradigma sehat, Padang. (Diaskes 20 februari)

Sunanti Z. Soejoeti, 2013, Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit
dalam Konteks Sosial Budaya, Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta. (Diaskes 20 februari)
Tiomarni Lumban Gaol, 2013, Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi Dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan Di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013, Universitas Sumatera Utara, Medan. (Diaskes 20 februari)
Yetti Wira Citerawati SY, 2012, Aspek Sosiobudaya Berhubungan Dengan Perilaku Kesehatan,Universitas Brawijaya, Malang. (Diaskes 20 februari)
Zr. Rosita Saragih, 2012, Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Pelayanan
Puskesmas Di Desa Sukaraya Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang, Universitas Darma Agung, Medan.
(Diaskes 20 februari)



























Previous
Next Post »
Thanks for your comment