PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Rumah
sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana
sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menitik beratkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban,
kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan
sampa h, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan
di udara.. Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula berasal dari
sumber polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur, pemakaian obat
nyamuk bakar dan lain-lain.
Sanitasi
perumahan merupakan salah satu faktor penyebab penyakit ISPA, Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
utama di Indonesia karena masih sangat tingginya angka kejadian ISPA terutama
pada anak Anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak
Balita (Depkes RI,2000). Infeksi Saluran Pernafasan Akut disebabkan oleh virus,
bakteri dan riketsia. Pada infeksi saluran pernafasan atas 90% -95% penyebab
adalah virus. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah
merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh dalam hal ini saluran pernafasan dan berkembang biak sampai menimbulkan gejala
penyakit dalam waktu yang berlangsung sampai 14 hari Saat ini penyakit berbasis
lingkungan merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Selain ISPA masih banyak
penyakit yang disebabkan Oleh kondisi rumah seperti TBC, cacar, influenza,
penyakit kulit atau mata,diare dan lain-lain.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apakah sanitasi rumah secara
fisik, dan pencemaran udara dalam rumah berhubungan dengan kejadian penyakit
ISPA pada balita di rumah tersebut ?
2.
Apakah
sanitasi rumah memiliki hubungan dengan kejadian infeksi saluran pernafasan
akut (ispa) pada anak balita?
3.
Apakah
ada hubungan kondisi rumah dengan keluhan ispa pada balita?
4.
Apa
saja faktor-faktor perumahan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita?
C.
Tujuan
penelitian
1. Untuk
membandingkan hasil penelitian tentang hubungan sanitasi rumah dengan kejadian
ISPA pada anak Anak Balita yang
dilakukan di berbagai daerah.
2. Untuk
mengetahui faktor-faktor kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi
kejadian ISPA pada balita.
3. untuk
mempelajari hubungan sanitasi rumah secara fisik, pencemaran udara dalam rumah
dan pejamu dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita
4. Untuk
mengetahui hubungan kondisi rumah (ventilasi, kelembaban dan kepadatan hunian
kamar tidur) dan sumber polusi udara dalam ruangan (bahan bakar untuk memasak,
kebiasaan merokok, dan penggunaan bahan pengendali serangga) dengan kejadian
ISPA pada balita.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hasil/ data penelitian dan pembahasan
I.
Hubungan sanitasi rumah
secara fisik dengan kejadian ispa pada balita (Muhammad Nasir /141 2090 198)
1. Metode penelitian
Penelitian ini adalah penelitian
lapangan yang bersifat observasional dan dilihat dari waktu pelaksanaanya
merupakan penelitian cross sectional, serta berdasarkan jenis desain
termasuk penelitian analitik. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang mempunyai anak balita di
Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya yaitu sebesar 155.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak sederhana (Simple
Random Sampling) agar setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
diseleksi menjadi sampel Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara dan observasi. Wawancara ditujukan kepada responden penghuni rumah
dengan panduan kuisioner tentang keluhan ISPA.
2. Hasil
penelitian dan pembahasan
Dalam penelitian ada beberapa variable
yang ingin dilihat untuk apakah ada hubungan variable tersebut dengan kejadian
penyakit ISPA pada balita.
a. Hubungan
Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil
analisis pada pada continuity chi – square diperoleh nilai p = 0,000 (p
< ), berarti ada hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada
balita kurang terdapat sebagian besar responden menderita ISPA (92,6%) dan 2,4
% tidak ISPA.R isiko terjadinya ISPA pada rumah yang sanitasinya kurang adalah
hampir 12 lebih banyak dibandingkan yang tidak ISPA.
Sanitasi
merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada penguasaan
terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
(Azwar,1990). Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menitikberatkan pada penguasaan terhadap faktor fisik dimana orang menggunakan
untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Penyakit
atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang
buruk.
b.
Hubungan Kepadatan Penghuni
dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada continuity chi -
square diperoleh nilai p = 0,005 (p < ), berarti ada hubungan antara
kepadatan penghuni dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini disebabkan rumah
yang penghuninya yang padat mempunyai ventilasi yang baik sedangkan pada rumah
yang penghuninya tidak padat tapi ventilasinya kurang sehingga kadar oksigen di
dalam ruangan menurun.
Kepadatan
hunian rumah akan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh pengeluaran
panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan
tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni rumah maka semakin
cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya
penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan
CO 2 ruangan dan dampak dari peningkatan CO2 ruangan adalah penurunan kualitas
udara dalam rumah.
c. Hubungan
Kelembaban dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada continuity chi –
square diperoleh nilai p = 0,134 (p > ), berarti tidak ada hubungan
antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita.
d.
Hubungan Suhu dengan
Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada continuity chi –
square diperoleh nilai p = 0,179 (p > ), berarti tidak ada hubungan
antara suhu ruangan dengan kejadian ISPA pada balita.
e.
Hubungan Ventilasi dengan
Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada Tabel 5 dibaca pada continuity
chi – square diperoleh nilai p = 0,009 (p < ), berarti ada hubungan
antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita. Ventilasi adalah proses
penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan
tertutup secara alamiah maupun mekanis.
f.
Hubungan Penerangan Alami
dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada Tabel 6 dibaca pada continuity
chi – square diperoleh nilai p = 0,047 (p > ), berarti ada hubungan
antara penerangan alami dengan kejadian ISPA pada bali ta. Penerangan ada dua
macam, yaitu penerangan alami dan buatan. Penerangan alami sangat penting dalam
menerangi rumah untuk mengurangi kelembaban.
II. hubungan
kondisi rumah dengan keluhan ispa pada balita di wilayah kerja puskesmas
tuntungan kecamatan medan tuntungan tahun 2008 (Muh. Fausan Nugraha/141 2090
221)
1. metode penelitian
Jenis penelitian adalah survai analitik
dengan rancangan cross sectional. Populasi adalah ibu yang mempunyai
anak balita berjumlah 627 orang. Perhitungan sampel dalam penelitian ini menggunakan
rumus Taro Yamane, dengan jumlah sampel 86 ibu. Apabila dalam satu rumah
terdapat lebih dari satu balita maka diminta informasi tentang balita yang
terkecil.
2. Hasil
penelitian dan pembahasan
a. Karakteristik Responden
Tingkat pendidikan responden yang
terbanyak adalah tamat SLTP dan tamat SLTA yaitu 42 orang (48.8%). Responden
yang tidak sekolah, dan tamat SD sebanyak 32 orang (37,2%) dan tamat Perguruan
Tinggi dan akademi sebanyak 12 orang (14,0%). Pendapatan keluarga responden
perbulan Rp. 738.000 – Rp. 1.500.000 terdapat pada 49 keluarga (57,0%).
Pendapatan perbulan kurang dari Rp.738.000 terdapat pada 24 keluarga (27,9%),
dan pendapatan perbulan lebih dari Rp.1.500.000 terdapat pada 13 keluarga
(15,1%).
b. Karakteristik Balita
Balita
perempuan lebih banyak yaitu sebesar 52,3% (45 orang) daripada laki-laki 47,7%
(41 orang). Umur balita 0-3 tahun sebesar 66.3% (57 orang) dan yang berumur
> 3-5 tahun sebesar 33.7% (29 orang).
c. Kondisi
rumah
Kondisi
rumah yang diamati pada penelitian ini adalah ventilasi rumah, kelembaban, dan
kepadatan hunian kamar tidur. Variabel ini yang diamati, karena merupakan
faktor resiko dan memberikan kontribusi terhadap kejadian ISPA.
Ventilasi
adalah luas penghawaan yang permanen yang ada pada rumah minimal 10% dari luas
lantai menurut Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/ VII/1999. Ventilasi yang
memenuhi syarat (lebih dari10% dari luas lantai) sebanyak 35 rumah (40,7%), dan
yang tidak memenuhi syarat (kurang dari10% dari luas lantai) sebanyak 51 rumah
(59,3%). Kelembaban adalah kualitas keadaan udara di dalam ruangan rumah,
kelembaban yang baik berkisar pada 40% -70%. Pengukuran dilakukan dengan alat higrometer.
Hasil pengukuran menunjukkan kelembaban rumah yang memenuhi syarat (40% -70%)
yaitu sebesar 43,0% yaitu 37 rumah dan yang tidak memenuhi syarat (kurang dari
40% dan lebih dari70%) yaitu sebesar 57,0% yaitu 49 rumah.
d. Pencemaran
Udara dalam Rumah
Pencemaran
udara dalam ruang meliputi variabel bahan bakar untuk masak, kebiasaan merokok
dalam rumah dan bahan pengendali serangga. Varibel ini dipilih karena merupakan
faktor resiko dari kejadian ISPA. Bahan bakar untuk memasak adalah jenis bahan
bakar yang digunakan untuk memasak, terdiri dari kompor gas/elpiji, kompor minyak
tanah, dan kayu. Rumah yang menggunakan kayu bakar untuk memasak ada 48 rumah
(55,8%), sedangkan yang menggunakan kompor minyak tanah dan kompor gas ada
sebanyak 38 rumah (44,2%)
e. Keluhan
ISPA
Kejadian
ISPA pada balita berdasarkan hasil wawancara dengan pendamping yaitu ibunya.
Adapun penentun dilakukan berdasarkan gejala-gejala ISPA ringan yang dikeluhkan
seperti batuk, pilek, sakit kepala, sakit tenggorokan, bisa disertai demam dan
sesak nafas, dalam 2 (dua) minggu terakhir saat pengambilan data. Balita yang
mengalami keluhan sebanyak 57 balita (66,3%), dan yang tidak mengalami keluhan
sebanyak 29 balita (33.7%). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan
salah satu penyebab kematian dan kesakitan yang banyak menyerang anak-anak di
bawah usia lima tahun.
f. Hubungan
Kondisi Rumah dengan Kejadian ISPA
Hasil
uji Chi Square untuk variabel kondisi rumah yang meliputi ventilasi, kelembaban
rumah, dan kepadatan hunian kamar tidur dengan keluhan ISPA pada tingkat
signifikan 0,05 Hasil uji Chi Square menunjukkan semua variabel mempunyai
hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA. Variabel ventilasi dengan keluhan
ISPA didapatkan p = 0,043, kelembaban dengan keluhan ISPA didapat p = 0,003.
III.
Faktor-faktor
kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di perumahan nasional
(perumnas) mandala, kec percut sei tuan, kabupaten deli serdan (Irwan Rahman/
141 2090 204)
1. Bahan
dan cara penelitian
Penelitian ini bersifat survei analitik
dengan menggunakan metode cross sectionel
yang di laksanakan di perumahan
nasional (perumnas) mandala, kec percut sei tuan, kabupaten deli serdan pada
tahun 2004 dengan populasi yaitu balita
sebanyak 4107 orang. Dengan menggunakan rumus minimal sample.
Data diambil dengan wawancara
dengan menggunakan kuesioner, obserpasi
dan pengukuran yang selanjutnya dibandingkan dengan permenkes No. 829/menkes/SK/II/1999. Variable
yang diteliti yaitu faktor kesehatan lingkungan perumahan yang meliputi
kelembaban ruangan dengan meggunakan hygrometer,
suhu ruangan diukir dengan termometer.
Serta melihat ventilisasi rumah.
2. Hasil
dan diskusi
a. Angka
kejadian ISPA pada balita
Dari
hasil penelitian diperoleh data bahwa balita yang mengalami ISPA 2 minggi
terakhir sebanyak 61 balita (64,9%) dan yang tidak mengalami 33 balita (33,1%).
Menurut amin (1989) panyakit ISPA dipengaruhi beberapa faktor seperti kuman
penyebab penyakit, kondisi tubuh yang menurun, dan kondisi kesehatan perumahan
seperti kelembaban ruangan, suhu ruangan, ventilisasi, pemakaian obat yamuk,
pemakaian bahan bakar.
b. Kondisi
kesehatan lingkungan perumahan
Dari
hasil penelitian terlihat secara umum kondisi kesehatan lingkungan perumahan
yang ditempati balita ini tidak memenuhi syarat kesehatan jumlah rumah yang
kondisi kelembabannya yang memenuhi syarat (40-70%) sebanyak 22 rumah (23,4%),
suhu ruangan yang memenuhi syarat kesehatan (18-30 c) 37 rumah (39,4 %) ventilasi
rumah dan kamar tidur yang memenuhi syarat (10% dari luas lantai). Rumah yang
menggunakan obat nyamuk bakar sebanyak 18 rumah (19,1%) yang menggunakan bahan
bakar yang memenuhi standar (LPG/gas) sebanyak 29 rumah (39,9%)
c. Analisis
uji statistik regresi logistik
Dalam penelitian ini semua variabel yang
diteliti dilakukan uji statistik, dimana diperoleh hasil bahwa tidak ada
pengaruh signifikan (p>0,05) antara
variabel ventilasi kamar tidur, keberadaan rokok dan kondisi dapur dengan
kejadian ISPA. Dan variabel yang ada kaitannya secara signifikan dengan
penyakit ISPA yaitu, kelembaban, penggunaan obat nyamuk bakar, suhu ruangan,
dan kepadatan penduduk.
IV. Hubungan
sanitasi rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ispa) pada anak
balita (Danar Yuditira/ 141 2090 250)
1. Sanitasi fisik dalam rumah
Sub
variabel sanitasi fisik yang diteliti adalah ventilasi, kepadatan penghuni
rumah, kelembaban, pencahayaan alami , dan suhu. Semua penelitian ini
menggolongkan ventilasi menjadi 2 kriteria, yaitu baik jika luas ventilasi 10% luas lantai dan buruk (tidak baik) jika
luas ventilasi < 10% luas lantai.
Untuk
sub variabel kepadatan penghuni di Desa Sidomulyo Buduran Sidoa rjo (Suryanto,
2003) dan di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Surabaya (Yusuf,
2004) memberi kriteria yang sama, yaitu baik jika luas kamar tidur 8 m2 untuk
2 orang, tetapi penelitian di desa Tual Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku
Tenggara (Toanabun, 2003) memberi kriteria kepadatan penghuni baik jika 1 orang
menempati 1,2 m2. Untuk sub variabel kelembaban Suryanto (2003) dan Yusuf
(2004) memberi kriteria yang sama yaitu baik bil a kelembaban berkisar antara
40–70% dan buruk jika kelembaban < 40% atau > 70%, sedangkan Toanabun
(2003) memberikan kriteria yang berbeda yaitu kelembaban baik jika berkisar
antara 20–60% dan buruk jika < 10% atau > 70%. Pencahayaan alami pada
penelitian Suryanto (200 3) dianggap baik jika antara 60–120 lux dan buruk jika
< 60 lux atau > 120 lux. Pada penelitian Yusuf (2004) pencahayaan alami
masuk dalam kriteria baik jika 60 lux dan kurang bila > 60 lux. Kriteria
untuk suhu penelitian Toanabun (2003) dianggap baik jika berkisar antara
23-250C dan tidak baik jika suhu < 200C atau > 300C, sedangkan pada
penelitian Yusuf (2004) suhu baik bila 18-300C, serta kurang baik bila <
180C atau > 300C. Pada Tabel 1 digambarkan distribusi sanitasi fisik pada
masing-masing daerah penelitian.
2. kejadian ispa
Di lokasi penelitian tersebut dapat
diketahui bahwa persentase kejadian ISPA pada responden lebih besar jika dibandingkan
yang tidak menderita ISPA. Persentase kejadian ISPA di tiga daerah penelitian
> 50%. Kejadian ISPA di Desa Sidomulyo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo
memiliki angka yang tertinggi jika dibandingkan dengan dua lokasi penelitian
yang lain. Hal ini dimungkinkan karena di Kecamatan Buduran Sidoarjo dekat
dengan daerah industri. Penelitian Sharma et al (1998) menyebutkan bahwa
anak-anak dan wanita di daerah urban lebih sering terpapar polusi dari industri
dan kendaraan bermotor yang dihubungkan dengan gejala penyakit pernafasan.
3. perbedaan sanitasi fisik dan kejadian ispa pada anak
balita
Tabel
hasil penelitian sanitasi fisik dan kejadian ISPA pada anak balita.
Sanitasi fisik rumah
|
Kejadian ISPA
|
||
Tual
(toanabu,2003)
|
Sidomulyo (suryanto,2003)
|
Panjaringan sari (yusuf,2003)
|
|
Nilai p
|
Nilai p
|
Nilai p
|
|
ventilasi
|
0,029
|
0,025
|
0,009
|
Kelembaban
|
0,008
|
0,293
|
0,000
|
Kepadatan penghuni
|
0,032
|
0,009
|
0,005
|
Pencahayaan alami
|
-
|
0,027
|
0,047
|
suhu
|
0,002
|
-
|
0,134
|
Ventilasi adalah proses penyediaan udara
segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara
alamiah maupun mekanis. Dengan adanya ventilasi yang baik maka udara segar
dapat dengan mudah masuk ke dalam rumah. Terdapat persamaan hasil yang
signifikan antara kejadian ISPA pada anak Balita dengan kelembaban pada
penelitian di Tual dan Penjaringan Sari.
1.
hubungan
sanitasi fisik dan kejadian ispa pada anak balita
dari hasil penelitian dapat dibaca bahwa
ada hubungan antara sanitasi fisik yang berupa ventilasi, pencahayaan alami dan
kepadatan penghuni dengan kejadi an ISPA pada anak Balita menunjukkan hubungan
yang lemah karena nilai koefisien kontingensinya < 0,5.
III.
kesehatan perumahan dan
lingkungan pemukiman (Taufik Rasyid/141 2090 212 )
1.
Sindroma gedung sakit
sindroma
gedung sakit (sick building syndrome) adalah kumpulan gejala yang
dialami oleh sese orang yang bekerja di kantor atau tinggal di apartemen dengan
bangunan tinggi dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi udara yang
menyebabkan keluhan iritasi dan kering pada mata, kulit, hidung, tenggorokanm
disertai sakit kepala, pusing, rasa mual, mu ntah, bersin dan kadang disertai
nafas sesak.
2.
Persyaratan kesehatan perumahan Dan
lingkungan pemukiman
Persyaratan
kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri
Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai be
rikut :
1. Lokasi
2. Kualitas
udara
3. Kebisingan
dan getaran
4. Kualitas
tanah di daerah perumahan dan pemukiman
5. Prasarana
dan sarana lingkungan
6. Vektor
penyakit
7. Penghijauan
Adapun
ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/
Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1. Bahan
bangunan
2. Komponen
dan penataan ruangan
3. Pencahayaan
4. Kualitas
udara
5. Ventilasi
6. Vektor
penyakit
7. Penyediaan
air
8. Sarana
penyimpanan makanan
9. Pembuangan
Limbah
10. Kepadatan
hunian
A.
Aspek
kesehatan atau penyakit
Dari beberapa jurnal diatas, setelah
kita kaji lebih dalam terdapat banyak kesamaan, apalagi variabel yang diteliti
hampir sama. Dari pembahasan diatas variabel yang diteliti yaitu ventilisasi,
kepadatan penduduk, kelembaban ruangan, suhu, penggunaan obat nyamuk, bahan
bakar yang digunakan untuk memasak, kesehatan dan kebersihan ligkungan, serta
kepadatan penduduk.
Ternyata setelah diadakan penelitian
terkait variabel diata, maka apabila tidak memenuhi standar atau syarat
kesehatan maka dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti ISPA, TBC,
cacar, influenza, penyakit kulit atau mata,diare dan lain-lain.
B.
Solusi
Dari
hasil pengamatan diatas, mulai dari pariabel yang di teliti hingga penyakit
yang ditimbulkan, maka solusi yang tepat yaitu:
1.
Pengadaan ventilisasi yang
baik
2.
Usahakan ada penyinaran
secara alami, masuknya sinar matahari kedalam ruangan, karena sinar mata hairi
dapat membunuh kuman, bakteri dan virus peyebab penyakit, dan mempertahankan
ruangan agar tidak lembab.
3.
Kurangi penggunaan obat nyamuk
bakar dan bahan bakar dari kayu
4.
Kondisi lingkungan harus
tetap terjaga kebersihannya
5.
Bagi rumah dengan
kelembaban, suhu, dan penerangan alami yang kurang baik ukuran dan letaknya,
diharapkan bisa menambah genting kaca serta memperbaiki plafon, dan membuka
pintu dan jendela setiap pagi hari.
6.
Bagi keluarga dengan rumah
yang luas tapi padat penghuni di kamar balita agar memanfaatkan ruangan yang
lain yang dapat digunakan sebagai kamar tidur.
(solusi permasalahan dari jurnal: Muh. Nasir, irwan
rahman, Danar yudistira, Muh. Fausan, taufiq Rasyid)
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpula
Dari
hasil pembahasan diatas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa, ternyata penyakit
ISPA dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ventilisasi, kepadatan
penduduk, kelembaban ruangan, suhu, penggunaan obat nyamuk, bahan bakar yang
digunakan untuk memasak, kesehatan dan kebersihan ligkungan, serta kepadatan
penduduk. Selain dari penyakit ISPA, apabila kesehatan lingkungan tidak
memenuhi syarat maka dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti , TBC,
onfluensa, diare, penyakit kulit dan mata, dan lain-lain.
B. Saran /solusi
dari kesimpulan
pembahasan diatas, kami sudah meliahat hubungan antara variabel yang diteliti
dengan kejadian penyakit khususnya penyakit ISPA, maka ada beberapa saran dan
solusi yang kami tawarkan yaitu:
1. Ventilisasi
harus tetap dijaga dan sesuai dengan syarat rumah sehat.
2. Usahakan
ada penyinaran secara alami, masuknya sinar matahari kedalam ruangan, karena
sinar mata hairi dapat membunuh kuman, bakteri dan virus peyebab penyakit, dan
mempertahankan ruangan agar tidak lembab.
3. Kurangi
penggunaan obat nyamuk bakar dan bahan bakar dari kayu.
4. Kondisi
lingkungan harus tetap terjaga kebersihannya agar penyakit tidak mudah menyebar
dan menular. (dari jurnal: Muh. Nasir,
irwan rahman, Danar yudistira, Muh. Fausan, taufiq Rasyid)
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Muhammad Nasir: Nur Achmad
Yusup dan Lilis Sulistyorini, 2005. hubungan sanitasi rumah secara fisik dengan
kejadian ispa pada balita. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR.
2. Muh. Fausan Nugraha: Evi Naria, Indra Chahaya dan Asmawati, 2008. hubungan kondisi rumah dengan keluhan ispa
pada balita di wilayah kerja puskesmas tuntungan kecamatan medan tuntungan
tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Irwan
Rahman: indra chahaya s. Nurmaini, 2005.
Faktor-faktor kesehatan lingkungan
perumahan yang mempengaruhi kejadian
ISPA pada balita di perumahan nasional (perumnas) mandala, kec percut
sei tuan, kabupaten deli serdan. Departemen kesehatan lingkungan, fakultas
kesehatan masyarakat USU.
4. Danar
Yudistira: Triska Susila Nindya dan
Lilis Sulistyorini.2005, hubungan sanitasi rumah dengan kejadian
infeksi saluran pernafasan akut (ispa) pada anak balita. Kesehatan lingkungan FKM universitas
airlangga.
5. Taufik Rasyid: Soedjajadi
Keman, 2005, kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Bagian Kesehatan Lingkungan FKM Universitas
Airlangga.
Show Conversion Code Hide Conversion Code Show Emoticon Hide Emoticon