Gambar:Ilustrasi lalat.www.iluvisam.com |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Lalat
merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera, mempunyai
sepasang sayap berbentuk membran. Lalat juga merupakan species yang berperan
dalam masalah kesehatan masyarakat, yaitu sebagai vektor penularan penyakit
saluran pencernaan seperti: kolera, typhus, disentri (Ummi Kalsum Makmur,
14120100010).
1. Morfologi
Lalat
Pada umumnya berukuran kecil,sedang
sampai berukuran besar, mempunyai sepasang sayap di bagian depan dan sepasang
halter sebagai alat keseimbangan di bagian belakang,bermata majemuk dan
sepasang antena yang seringkali pendek terdiri atas tiga ruas. Mata lalat
jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain sedang yang betina
tampak terpisah oleh suatu celah dan berbentuk lebih besar daripada lalat
jantan.
Klasifikasi
Lalat sebagai berikut:
a. Genus
Musca
Genus
musca adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah dan di dalam rumah,tanda-tanda
dari lalat rumah (Musca domestica) tubuh berwarna coklat dan
kehitam-hitaman, pada thorax terdapat 4 garis hitam dan 1 garis hitam medial
pada abdomen punggung, vein ke empat dari sayap berbentuk sudut, antena
mempunyai 3 segmen, mata terpisah, methamorphosenya sempurna serta tubuh lalat
jantan lebih kecil dari tubuh lalat betina. Lalat rumah, Musca domestica,
hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh dunia. Jenis lalat ini yang
paling banyak diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena fungsinya sebagai vektor
tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya yang banyak
dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidupmanusia.
b. Sandfly
(Lalat Pasir)
Lalat
pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan
bartonellosisi.Demam papataci atau demam phlebotomus, penyakit yang disebabkan
oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan, terutama
ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa perkembangan
virus selama 7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan bagian
Barat Laut sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis
berupa granulema verrucosa. Basil penyebab adalah Bartonella bacilliformis,
ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan andes.
c. Tsetse
Flies (Lalat Tsetse)
Lalat
tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia dan hewan
peliharaan. Paling sedikit ada tujuh species sebagai vektor
infeksi trypanosoma pada hewan peliharaan, species Trypanosoma rhodesiense yang
menjadi penyebab trypanosomiasis, adalah Glossina morsitans, G. swynnertoni, dan
G. Pallidipes. Vektor utama .pada Penyakit Tidur (Sleeping Sickness) di Gambia
adalah species G. palpalis fuscipes dan pada daerah - daerah tertentu adalah
species G. tachhinoides.
d. Blackflies
(Lalat Hitam)
vektor
penyakit Oncheocerciasis Di Afrika adalah species Simulium damnosum dan S.
neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan S. callidum.
Species lain mungkin adalah vektor yang tidak penting dan menularkan
onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa pada burung.
e. Lalat
rumah kecil (jenis Fannia)
Lalat
rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran jauh lebih kecil. Berkembangbiak
di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian-bagian tumbuhan yang membusuk,
misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.
f. Lalat
kandang yang menggigit (= biting stable fly) = stomaxys caleitrans
Menyerupai
lalat rumah biasa, mempunyai kebiasaan untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya
di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk. Siklus hidupnya 21-25 hari. Jenis lalat ini
tidak penting untuk tranmisi penyakit manusia tetapi bisa memindahkan
penyakit-penyakit pada binatang.
Lalat
ini berkembang biak di tempat kotoran basah hewan piaraan, orangutan, unggas
atau buah-buahan yang sedang membusuk. Menyukai keadaan lebih sejuk dan lebih
lembab. Lalat ini menghabiskan waktunya lebih banyak di dalam hunian manusia.
Lalat ini tidak pernah melimpah populasinya di daerah tropika.
g. Bottle
flies dan Blow flies
Jenis-jenis
ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. (dikatakan mem ”bottle” atau
”blow” daging).
Jenis-jenis ini
mencakup:
a.)
Black blowfly (jenis Phormia)
b.)
Green dan bonze bottle flies (jenis phaenicia dsb)
c.)
Blue bottle flies (jenis Cynomyopsis dan Calliphora)
Jenis-jenis
lalat ini lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran, vektor
ini tidak terlalu penting sebagai vektor
penyakit manusia. Berkembangbiak di bahan binatang yang membusuk dan bisa
bertelur ditumbuhan-tumbuhan segar dan membusuk jika tidak ada daging binatang.
Siklus
hidup jenis-jenis lalat ini sangat menyerupai siklus hidup lalat rumah biasa
yaitu terbang jauh. Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini menyebabkan myasis
pada binatang dan manusia.
h. Lalat
daging (Genus Sarcophaga)
Jenis-jenis
lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan daging.
Ukuran besar dan terdapat bintik merah pada ujung badan. Larva dari banyak
jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan terjadi dalam
kotoran binatang.
Beberapa
jenis tidak bertelur tetapi mengeluarkan larva. Masuk dalam rumah-rumah dan
restoran-restoran dan tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia.
Tetapi bisa menyebabkan myiasis pada manusia. Lalat ini berwarna abu-abu tua,
berukuran sedang sampai besar, kira-kira 6-14 mm, lalat ini bersifat viviparus
dan mengeluarkan larva hidup pada tempat perkembangbiakannya seperti daging,
bangkai, kotoran dan sayur-sayuran yang sedang membusuk. Siklus hidup lalat ini
berlangsung 2-4 hari,umumnya ditemukan di pasar dan warung terbuka, pada
daging, sampah dan kotoran tetapi jarang memasuki rumah (Andi Intan Paramudita,
14120100017).
2. Siklus
Hidup
Lalat berkembangbiak dengan
metamorfhosis sempurna yaitu mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat
berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm
panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120–130 telur dan menetas
dalam waktu 8–16 jam .Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12
–13 º C). Telur yang menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan,
panjang 12-13 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak
makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, Setelah itu berubah
menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan
tidak bergerak. Phase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur
30–35 º C, Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara
450–900 meter, Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari
Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak
gelap hitam dipunggungnya.
Beberapa hari kemudian sudah siap untuk
berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5
(lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi
yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan Lalat tidak kuat terbang menantang
arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer.
3. Bionomik
Lalat
Bionomik lalat adalah kebiasaan segala sesuatu
yang dilakukan kecoa selama hidupnya. Bionomik lalat terdiri dari :
a. Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi adalah tempat
yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk,
kotoran yang menumpuk secara kumulatif (dikandang).
1) Kotoran
Hewan
Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama
adalah pada kotoran hewan yang lembab dan masih baru (normal nya lebih kurang
satu minggu).
2) Sampah
dan sisa makanan dari hasil olahan
lalat suka hinggap juga berkembang baik pada sampah,
sisa makanan, buah-buahan yang ada didalam rumah maupun dipasar.
3) Kotoran
Organik
Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran
manusia. Sampah dan makanan ikan adalah merupakan tempat yang cocok untuk
berkembang biaknya lalat.
4) Air
Kotor
Lalat Rumah berkembang biak pada pemukaan air kotor
yang terbuka.
b. Makanan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang
hari terutama pada pagi hingga sore hari. Serangga ini sangat tertarik pada
makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia
dan hewan ,darah serta bangkai binatang Sehubungan dengan bentuk mulutnya,
lalat hanya makan dalam bentuk cairan, makanan yang kering dibasahi oleh
lidahnya terlebih dahulu baru dihisap air merupakan hal yang penting dalam
hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam. Lalat makan paling sedikit 2-3
kali sehari.
c. Tempat
istirahat
Pada Waktu hinggap lalat
mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Pada siang hari lalat
tidak makan tetapi beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumputdan
tempat yang sejuk. Menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat
berkembangbiak, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam
rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak
aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak
lebih dari 5 (lima) meter.
d. Fluktuasi
Jumlah lalat
Lalat merupakan serangga yang
bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun
dapat aktif dengan adanya sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya
pada temperatur dan kelembaban jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada
temperatur 20 º C – 25 º C dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10
º C atau > 49 º C serta kelembaban yang optimum 90 %.
e. Perilaku
dan Perkembangbiakan
Pada siang hari lalat bergerombol
atau berkumpul dan berkembang biak di sekitar sumber makanannya. Penyebaran
lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Untuk istirahat
lalat memerlukan suhu sekitar 35º- 40ºC, kelembaban 90%. Aktifitas terhenti
pada temperatur < 15ºC.
f. Lama
Hidup
Tergantung pada musim dan
temperatur: Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada
musim dingin yaitu bisa mencapai 3 bulan,paling aktif pada suhu 32,50C
dan akan mati pada suhu 450C. Lalat melampaui musim dingin (over
wintering) sebagai lalat dewasa, dan berkembang biak di tempat-tempat yang
relatif terlindung seperti kandang ternak dan gudang-gudang. Pada stadium telur
biasanya tidak tahan terhadap suhu yang ekstrim dan akan mati bila berada
dibawah 50C dan di atas 400C. Lamanya tahap instar larva
sangat tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungan.Pada suhu -20C
larva dapat bertahan beberapa hari , di bawah suhu 100C larva tidak
dapat berkembang menjadi pupa (Andi Ilham, 14120100039).
4. Penyakit
yang disebabkan oleh vektor Lalat
Lalat
merupakan vector dalam penyebaran penyakit pada manusia, penularan penyakitnya
dapat secara mekanik, yaitu penularan dari penderita ke orang lain atau dari
suatu bahan tercemar (makanan, minuman, dan air) ke orang sehat dengan
perantara menempelnya bagian tubuh lalat misalnya lewat prombosis, tungkai,
kaki dan badan lalat.
Berbagai
penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain virus, bakteri, protozoa dan
telur cacing yang menempelpada tubuh lalat dan ini tergantung dari spesiesnya.
Lalat Musca domestica dapat membawa telur cacing (Oxyrus
vermicularis, Tricuris trichiura, Cacing tambang, dan Ascaris
lumbricoides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamlia,
dan Balantidium coli), bakteri usus (Salmonella, Shigella dan
Eschericia coli), Virus polio, Treponema pertenue (penyebab
frambusia), dan Mycobacteriumtuberculosis. Lalat domestica dapat
bertindak sebagai vector penyakit typus, disentri, kolera, dan penyakit kulit.
Lalat Fannia dewasa dapat menularkan berbagai jenis penyakit myasis (Gastric,
Intestinal, Genitaurinary). Lalat Stomoxys merupakan
penyakit surra (disebabkan oleh Trypanosima evansi), anthraks,
tetanus, yellow fever, traumatic miasis dan enteric pseudomiasis
(walaupun jarang). Lalat hijau (paenicia dan chrysomya) dapat
menularkan penyakit myasis mata, tulang dan organ lain melalui luka. Lalat Sarcophaga
dapat menularkan penyakit myasis kulit, hidung, sinus, jaringan vagina dan
usus.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan
masalahnya adalah bagaimana bionomik dan pengendalian vektor lalat.
C.
Tujuan
Adapun tujuannya yaitu untuk
mengetahui bionomik dan pengendalian vektor lalat sehingga tidak menularkan
penyakit kepada manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Rekapitulasi
Hasil
Berdasarkan beberapa hasil penelitian maka
didapatkan hasil rekapitulasi sebagai berikut:
1. Keanekaragaman
Vektor Lalat
Frekuensi Kehadiran lalat, ditemukan berbeda-beda
pada setiap lokasi. Di Pasar
Rakyat dan permukiman Lalat M. domestica ditemukan 100 %; di tempat pengolahan ikan, TPA dan Pasar Raya
ditemukan 83,33 %. Demikian juga halnya
dengan lalat C. megacephala, ditemukan
100% di tempat pengolahan ikan, Pasar Raya, Pasar Rakyat dan di permukiman;
83,33 di TPA. Selanjutnya diikuti oleh lalat Sarcophaga sp. yang
menempati empat lokasi penelitian, yaitu
tempat pengolahan ikan, TPA,
Pasar Rakyat dan permukiman dengan frekuensi kehadiran di TPI 66,7
%; di permukiman 50 %; di TPA dan Pasar
Rakyat masing-masingnya 16,67 %. Lalat F.
canicularis di temukan pada tiga lokasi penelitian yaitu tempat pengolahan
ikan, TPA dan Pasar Rakyat dengan frekuensi kehadiran 50 % di TPI dan 16,67 %
di TPA dan Pasar. Sedangkan lalat Calliphora sp dan Lucilia sp.
masing-masingnya ditemukan di dua lokasi penelitian. Lalat Calliphora sp.
ditemukan di tempat pengolahan ikan dan
TPA dengan frekuensi kehadiran masing-masingnya 33,33 % dan Lucilia sp.
ditemukan di TPA dan Pasar Rakyat, masing-masingnya dengan frekuensi kehadiran
16,67 % . frekuensi relatif lalat C. megacephala dan M. domstica tinggiditemukan
di Pasar Raya yaitu 55,45 % untuk C.
megacephala dan 45,55 % untuk lalat
jenis M. domestica. Hal ini karena pasar merupakan lokasi yang
kotor dan lembab. Juga pasar selalu menyediakan makanan yang dibutuhkan
lalat untuk tempat bertelur dan berkembangbiak seperti daging, ikan, dan
bangkai (Andi intan Paramudita, 14120100017).
2. Kepadatan
lalat terhadap kejadian diare di pemukiman sekitar TPA
Wawancara terhadap responden serta pengukuran angka
kepadatan lalat, diperoleh hasil sebagai berikut, hasil pengukuran angka
kepadatan lalat di rumah responden (dapur) dengan menggunakan alat flygrill,
diketahui bahwa dari 60 responden, 24 orang (40%) dengan kepadatan lalat
yang rendah dan 36 orang (60%) dengan kepadatan lalat yang tinggi dan hasil
pengukuran kepadatan lalat di rumah balita, dari 36 responden dengan kepadatan
lalat tinggi, hanya 2 orang (5.6%) tidak menderita diare dan 34 orang (94.4%)
menderita diare, dari 24 responden dengan kepadatan lalat yang rendah, 20 orang
(83.3%) tidak diare dan 4 orang (16.7%) menderita diare (Andi Ilham,
14120100039).
3. Perbedaan Jarak Perumahan Ke Tpa Sampah Open
Dumping Dengan Indikator Tingkat Kepadatan Lalat Dan Kejadian Diare
Penelitian ini dilakukan di lokasi TPA, Area
penelitian terbagi menjadi 3, yaitu Area I (jarak perumahan dengan TPA 0 - 1
km ), Area II (jarak perumahan dengan TPA >1 - 2 km), Area III (jarak
perumahan dengan TPA >2 - 3 km). Penentuan jarak ini berdasarkan daya
terbang lalat yang mencapai 200 – 1000 m. Tingkat kepadatan lalat di TPA
mencapai 12,96. Lokasi rumah paling banyak berada di area II sebanyak 36,8%.
Tingkat Kepadatan Lalat di Lingkungan Perumahan dibedakan menjadi: Tingkat
kepadatan tinggi apabila hasil pengukuran = 6, Tingkat kepadatan sedang
apabila hasil p[engukuran = 3 – 5, Tingkat kepadatan rendah apabila hasil
pengukuran = 0 – 2. Tingkat kepadatan lalat yang paling tinggi berada pada area
I yaitu sebesar 57,8%,semakin dekat letak perumahan dengan TPA maka semakin
tinggi tingkat kepadatan lalat dan Kejadian diare paling banyak dialami oleh
penduduk yang tinggal di Area I sebesar 22,2%, semakin dekat jarak perumahan
maka semakin tinggi prosentase kejadian diare (Marhuda, 14120100075).
4. Pengendalian
Vektor Lalat dengan menggunakan umpan di TPA RSUD
Sampah merupakan suatu bahan ataubenda padat yang
sudah tidak dipakai lagioleh manusia atau benda-benda padatyang sudah tidak
digunakan lagi dalamsuatu kegiatan manusia dan dibuang. Hasil pengukuran
kepadatan Ialat di tempat pembuangan sampah sementara RSUD Kudus mendapatkan
indeks kepadatan 6,2 ekor, indeks kepadatan lalat di TPS termasuk kategori
tinggi, sehingga perlu diupayakan pengendalian. Tindakan ini penting karena
hasil penelitian lain di tempat tersebut menemukan bahwa lalat Musca domestica
yang ditangkap dari TPS RSUD Kudus mengandung 111 koloni bakteri, yang 22,2
diantaranya merupakan koloni Salmonella sp. Dengan demikian, lalat di TPS
tersebut berpotensi menularkan penyakit, khususnya infeksi saluran pencernaan.
Penelitian ini mengujicobakan empat macam aroma umpan (terdiri dari empat
macam, yaitu frambozen, durian, mangga, dan nanas) dan wama kertasperangkap ada
empat macam, yaitu putih, kuning, hijau, dan biru. Jumlah lalat yang
terperangkap dianalisa berdasarkan kelompok aroma umpan dan warna kertas
perangkap. kertas perangkap berwarna putih berhasil menjerat lalat paling
banyak (rerata 5,25), disusul kertas perangkap berwarna kuning (rerata 40,8),
hijau (rerata 2,0) dan biru (rerata 1,58), Warna putih dan kuning memiliki
intensitas yang lebih tinggi dibanding hijau dan biru, sehingga lebih mudah
dikenali lalat untuk dihinggapi. jumlah lalat terperangkap berdasarkan kelompok
umpan menunjukkan bahwa aroma durian menempati urutan pertama (rerata 4,25),
disusul aroma mangga (rerata 3,42). frambozen (rerata 2,75), dan nanas (rerata
2,49). lalat tertarik pada permukaan berwama putih dan bau menyengat.Indera
penciuman lalat (serangga) terdapat pada antena dan palpus (Ummi Kalsum Makmur,
14120100010).
5. Pengendalian
lalat dengan daya tolak minyak atsiri dari tanaman rosemary.
Rosemary merupakan salah satu tanaman yang termasuk
kedalam tanaman aromatik, karena mempunyai aroma yang khas. berfungsi sebagai
pengusir lalat, aroma dari tanaman aromatik ini merupakan aromaterapi bagi
manusia, yaitu memberikan rasa segar dan nyaman bernuansa alami. Lalat
yang digunakan adalah lalat dewasa berumur 4 - 6 hari, sebanyak 50 ekor setiap
alat penguji. Setiap alat digunakanuntuk menguji satu perlakuan, sehingga
jumlah alat yang digunakan adalah lima buah. Pengulangan dilakukan pada jam
berikutnya, setelahdiistirahatkan selama 30 menit pada alat yang sama dengan
cara yang sama.Pengamatan dilakukan pada menit ke 30 dan ke 60 terhadap jumlah
lalat yang pindah dan jatuh (knock down).Setelah
terkena pemaparan selama 30 menit oleh aroma minyak atsiri rosemary pada
berbagai konsentrasi yang diuapkan dengan alat penguap elektrik, terihat bahwa
semua konsentrasi rosemary memberikan dampak pengusiran yang nyata, khususnya
pada konsentrasi 20%. Data menunjukkan bahwa rosemary mempunyai sifat sebagai
penolak (Repellent) terhadap lalat Musca domestica. Pada menit ke
60 setelah pemaparan, jumlah lalat yang pindah atau terusir semakin meningkat,
khususnya pada konsentrasi 10% dan 20%, namun tidak demikian halnya dengan
konsentrasi 2,5%. Data menunjukkan bahwa konsentrasi 10% cukup efektif mengusir
lalat dan keefektifannya setara dengan konsentrasi 20% (Muhammad Akbar,
14120100025).
6. Limbah
Penyulingan Sereh Wangi Dan Nilam
Sebagai Insektisida Pengusir Lalat Rumah (Muscadomestica)
Hasil pengujian terhadap daya bakar menunjukkan
bahwa tepung limbah padat penyulingan minyak sereh wangi dan nilam, serta bahan
pengisi tepung tempurung kelapa dan tepung limbah penyulingan minyakakar wangi
dapat terbakar dengan penjalaran api baik. Selain uji daya bakar, pada bahan-bahan
tersebut dilakukan analisis proksimat yang mana hasil analisis proksimat
bahan-bahan dasar pembuatan dupa bahan aktif (Tlpm SW & Tlpm NL) dan bahan
pengisi (T. kelapa&Tlpm AW)masing – masingAir (%) 9,02 9,45 8,05 7,64. Abu
(%) 13,38 13,60 2,34 13,95. Protein (%) 2,49 2,04 0,38 0,88.Lemak (%) 15,70
7,14 0,48 12,47. Karbohidrat (%) 0,50 0,39 0,40 1,20.Seratkasar (%) 45,86 36,64
60,49 40,52.Dimana Tlpm = Tepung limbah penyulingan minyak, SW = sereh wangi,
NL = nilam, AW =akarwangi. Berdasarkan hasil analisis proksimat tersebut tampak
bahwa bahan-bahan tersebut mengandung kadar air yang rendah. Kadar air dalam
bahan-bahan tersebut dianggap memenuhi syarat sebagai bahan penghantar
penjalaran api yang baik mengingat standar mutu tepung kayu (sebagai filler dalam
pembuatan obat nyamuk komersial) dengan daya hantar penjalaran api yang sangat
baik mengandung kadar air maksimal 13%. Semakin rendah kadar air bahan maka
semakin mudah bahan tersebut terbakar.
Hasil analisis terhadap kadar minyak atsiri dalam
tepung limbah penyulingan sereh wangi, nilam dan akar wangi menunjukkan bahwa
tepung tersebut masih mengandung kadar minyak atsiri masing-masing adalah sereh
wangi 0,1 ml, nilam 0,3-0,4 ml dan akar
wangi 0,2-0,3 ml per 10 gram bahan. Disamping meningkatkan daya bakar, minyak
atsiri juga akan memberikan aroma pada dupa yang dibuat, terutama bila jumlah
penambahan dalam produk cukup banyak. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan
formulasi perlakuan penelitian pembuatan dupa, dimana limbah penyulingan minyak
sereh wangi, masing – masing mendapatkan Perlakuan F1(4) F2(3) F3(4) F4(5).
Sedangkan limbah penyulingan minyak nilam,masing – masing mendapatkan
PerlakuanF1(-) F2(5) F3(4) F4(3) dengan keterangan: Komposisi bahan-bahan lain
adalah : tepung limbah penyulingan minyak akar wangi 17 g, tepung tempurung kelapa 30 g, tepungonggok
10,5 g, gom 22,75 g; benzoat 0,85 g dan air panas 120 ml.
Adapun hasil penelitian secara keseluruhan terhadap
lama bakar, kadar air, bobot dan kekerasan dupa. Berdasarkan hasil penelitian
pada tampak bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap lama bakar dupa
(P<0,01). F1 memiliki lama bakar yang relatiflebih lama (81,89 menit)
dibandingkandengan F3 (78,45 menit) dan F4 (76,22 menit) tetapi tidak berbeda
dengan F2 (80,22 menit). Hasil penelitian terhadap lama bakar sejalan dengan
hasil pengukuran terhadap kadar air yaitu dupa F1 yang memiliki kadar air
paling rendah (8,89%) mempunyai waktu bakar yang relatif lebih lama
dibandingkan dupa F2, F3 dan F4 dengan kadar air masing-masing 10,00; 10,30 dan
10,40%.
Ditinjau
dari bobot dupa, tampak bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
bobot dupa. F1 memiliki bobot relatif lebih berat (2,67 gram) dibandingkan F2,
F3 dan F4 masing-masing sebesar 2,53; 2,59 dan 2,57 gram. Hal ini diduga bahwa
tepung limbah penyulingan minyak sereh wangi memiliki bobot yang lebih berat
dibandingkan dengan tepung limbah penyulingan minyak nilam.
Hasil pengukuran kekerasan dupa menunjukkan bahwa perlakuan tidak
berpengaruh terhadap kekerasan dupa. Namun berdasarkan nilai rata-rata, dupa F1
mempunyai kekerasan relatif lebih tinggi (5,84 gram) dibandingkan dengan
formula dupa F2, F3 dan F4 yaitu masing-masing sebesar 5,64; 4,89 dan 5,17
gram. Tampaknya ada hubung anantara kadar air, bobot dupa, kekerasan dan lama
bakar. Semakin rendah kadar air dupa maka dupa makin kompak dan padat yang
diwujudkan oleh tingkat kekerasan dupa, sehingga dalam satuan panjang yang sama
makin berat bobotnya, dan waktu penjalaran api juga akan lebih lama.
Berdasarkan hasil uji efektivitas keempat formula
dupa penolak serangga berbahan aktif tepung limbah padat penyulingan minyak
sereh wangi yang dikombinasikan dengan tepung limbah penyulingan minyak nilam
tampak bahwa jumlah hinggapan lalat terhadap umpan udang segar dari dupa F3 dan
F4 semakin berkurang pada pembakaran dupa selama 3 jam. Persentase daya tolak
masing-masing dupa F3 dan F4 adalah 100% pada pembakaran 2 dan 3 jam yang
ditandai oleh menjauhnya lalat dari dupa kemudian menempel di dinding Glass
chamber dengan aktivitas statis (diam), namun tidak sampai jatuh atau mati.
Daya tolak terbesar dupa F2, terjadi pada pembakaran dupa selama 3 jam yaitu
sebesar 96%, sedangkan dupa F1 lalat tetap aktif menghinggapi umpan sampai
dengan pembakaran dupa selama 3 jam bahkan persentase daya tolak dupa terhadap
lalat mengalami penurunan dan lalat semakin banyak menghinggapi dupa yang
sedang dibakar. Ditinjau dari segi kandungan bahan aktif dalam dupa, tampak
bahwa formula dupa yang berbahan aktif limbah penyulingan minyak sereh wangi
yang dikombinasikan dengan limbah penyulingan minyak nilam dengan perbandingan
4:4 dan 5:3 me- miliki efektivitas lebih baik dibandingkan dupa dengan bahan
aktif tunggal sereh wangi (F1) dan dupa kombinasi serai wangi dan nilam dengan
perbandingan 3:5 (F2). Hal ini disebabkan adanya kerja sinergisantar
minyak-minyak atsiri dalam formula insektisida, dimana penambahan bahan aktif
dari limbah penyulingan minyak nilam membuat aktivi- tasinsektisida dapat
meningkat 2-4 kali lipat (Amriyani, 14120100023).
7. Toksisitas Ekstrak Tembakau Sisa Pabrik Rokok
Terhadap Lalat Rumah (Musca Domestica)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nikotin
tertinggi pada ekstrak tembakau sisa pabrik rokok adalah 13,36%. Nilai LD50-24
jam ekstrak tembakau sisa pabrik rokok terhadap lalat rumah betina adalah 86,46
μg/g dan jantan adalah 72,76 μg/g atau termasuk dalam kategori toksisitas
sedang. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ekstrak tenmbakau sisa pabrik
rokok mampu menjadi bahan insektisida untuk pengendakian lalat rumah Musca
domestica. (Ayu Dwi Lestari,
14120100059).
B. Penyebab
Masalah
1.
Masuknya vektor lalat dilokasi pengolahan ikan disebabkan karena berada
dipinggiran danau memiliki lingkungan sanitasi yang kurang baik dan lokasi
banyak ditemukan kotoran ikan, kotoran ternak (ayam), sampah buangan rumah
tangga sehingga lingkungan pinggiran danau tidak higienis. Lingkungan yang
seperti ini merupakan habitat yang disenangi
oleh lalat.
2.
Jarak kedekatan hunian
rumah atau pemukiman penduduk yang dekat TPA Sampah, serta sistem penanganan
sampah yang digunakan adalah sistem open dumping, sehingga mempermudah
lalat untuk berkembang biak dan hinggap dipemukiman penduduk yang tidak
higienis. Kejadian diare tercemarnya
makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat. Lalat dianggap mengganggu
karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti
sampah. Jika makanan yang dihinggapi lalat tercemar oleh mikroorganisme baik
bakteri, protozoa, telur/larva cacing atau bahkan virus yang dibawa dan
dikeluarkan dari mulut lalat dan bila dimakan oleh manusia, maka dapat
menyebabkan penyakit diare
C. Solusi
Cara Pengendalian
Vektor Lalat dapat dilakukan sebagai berikut:
1.
Perbaikan Hygiene dan
sanitasi lingkungan
Perbaikan Hygiene dan sanitasi lingkungan merupakan
langkah awal yang sangat penting dalam usaha menganggulangi berkembangnya
populasi lalat, baik dalam lingkungan peternakan maupun pemukiman. Selain murah
dan sederhana juga efektif serta tidak menimbulkan efek-efek samping yang
membahayakan lingkungan.
a. Mengurangi
atau menghilangkan tempat perndukan lalat.
1) Kandang
ternak
2) Kandang
harus dapat dibersihkan
3) Lantai
kandang harus kedap air, dan dapat disiram setiap hari
4) Terdapat
saluran air limbah yang baik.
2. Sampah
basah dan sampah organik
Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang
dikelola dengan baik dapat menghilangkan media perindukan lalat. Bila sistem
pengumpulan dan pengangkutan sampah dari rumah tidak ada, sampah dapat dibakar
atau dibuang ke lubang sampah, dengan catatan bahwa setiap minggu sampah yang
dibuang ke lubang sampah harus ditutup dengan tanah. Dalam cuaca panas, larva
lalat ditempat sampah dapat menjadi pupa hanya dalam waktu 3 –4 hari.
Membersihkan sisa-sisa sampah yang ada di dasar tong
sampah merupakan hal yang penting karena lalat masih dapat berkembang biak pada
tempat tersebut. Pembuangan sampah akhir pada TPA yang terbuka perlu dilakukan
dengan pemadatan sampah terlebih dahulu dan ditutup setiap hari dengan tanah
setebal 15 - 30 cm. Hal ini bertujuan untuk penghilangan tempat perkembang
biakan lalat. Lokasi tempat pembuangan akhir sampah adalah harus berjarak
beberapa kilometer dari rumah penduduk.
3. Mencegah
kontak antara lalat dengan kotoran yang mengandung kuman penyakit.
Sumber kuman penyakit dapat berasal dari kotoran
manusia, bangkai binatang, sampah basah, lumpur organik dan orang yang sakit
mata. Cara untuk mencegah kontak antara lalat dan kotoran yang mengandung
kuman, dapat dilakukan dengan:
1) Membuat konstruksi jamban yang memenuhi
syarat, sehingga lalat tidak bisa kontak dengan kotoran.
2) Mencegah
lalat kontak dengan orang yang sakit, tinja, kotoran bayi, dan penderita sakit
mata.
3) Mencegah agar lalat tidak masuk ke tempat
sampah pemotongan hewan dan bangkai binatang.
4) Melindungi makanan, peralatan makan, dan orang
yang kontak dengan lalat dengan :
a) Makanan
dan peralatan makan yang digunakan harus anti lalat
b) Makanan
disimpan di lemari makan
c) Membungkus
makanan
d) Jendela
dan tempat-tempat terbuka dipasang kawat kasa.
e) Pintu
dipasang dengan sistem yang dapat menutup sendiri
f) Pintu
masuk dilengkapi dengan gor anti lalat
g) Penggunaan
kelambu atau tudung saji
h) Kipas
angin elektrik dapat dipasang untuk menghalangi lalat masuk
4. Memasang
stik berperekat anti lalat sebagai perangkap Pemberantasan secara langsung
Metode membunuh telur, larva, maupun lalat dewasa
secara langsung, dengan menggunakan
1) Metode
fisik.
a. Fly
traps
Metode
ini terdiri dari dua bagian, yang pertama merupakan kontainer/kaleng tempat
umpan (bait) dengan volume 18 liter. Bagian kedua terdiri dari sangkar tempat
lalat terperangkap berbentuk kotak dengan ukuran : 30 cm x 30 cm x 45 cm. Dua
bagian tersebut disusun dengan sangkar berada diatas, jarak antara dua bagian
tersebut diberi sekat berlubang 0,5 cm sebagai jalan masuk lalat ke dalam
perangkap. Kontainer/kaleng harus terisi setengah dengan umpan yang akan
membusuk di dalam kontainer/kaleng tersebut. Perlu diperhatikan bahwa jangan
sampai ada air tergenang dibagian bawah kotainer tersebut. Dekomposisasi sampah
basah dari dapur seperti sayuran hijau, sereal, dan buah-buahan merupakan umpan
yang paling baik. Model ini bisa digunakan selama 7 hari setelah itu umpan
dibuang dan diganti. Fly traps dapat menangkap lalat dalam jumlah
besar dan cocok untuk penggunaan diluar rumah, diletakkan pada udara terbuka,
tempat yang terang dan terhindar dari bayang-bayang pohon.
b. Sticky
tapes
Alat
ini berupa tali/pita yang dilumuri larutan gula sehingga lalat akan lengket dan
terperangkap. Bila tidak tertutup debu alat sticky tapes bisa bertahan selama
beberapa minggu. Cara pemasangannya adalah dengan menggantungkannya dekat atap
rumah. Insektisida juga bisa ditambahkan untuk mematikan lalat yang telah
menempel pada perangkap tersebut. Light trap with electrocutor.
Prinsip
alat ini adalah membunuh lalat dengan listrik. Lalat yang hinggap pada lampu
akan kontak dengan electrocuting grid yang membingkai lampu dengan
cahaya blue atau ultraviolet. Dalam penggunaannya perlu
diujicoba terlebih dahulu karena tidak semua lalat tertarik dengan alat ini.
Alat ini banyak dipakai di dapur rumah sakit, restoran, lokasi penjualan buah
supermarket.
c. Pemasangan
kawat/plastik kasa pada pintu dan jendela serta lubang angin/ventilasi
d. Membuat
pintu dua lapis, daun pintu pertama kearah luar dan lapisan kedua merupakan
pintu kasa yang dapat membuka dan menutup sendiri.
2) Metode
Kimiawi
Menggunakan bahan kimia
(insektisida), yang biasa dipakai antara lain adalah
diazinon, malathion, ronnel, DDVP, dan dibrom. Beberapa metode kimia yang dapat
dilakukan adalah Vaporizing (slow release), toxic bait,
space spraying (quickly knocked down, short lasting) di dalam
rumah maupun di luar rumah, dan residual spraying (slow lasting)
pada tempat peristarahatan lalat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lalat merupakan salah satu insekta
(serangga) yang termasuk ordo diphtera, mempunyai sepasang sayap berbentuk
membran. Lalat juga merupakan species yang berperan dalam masalah kesehatan
masyarakat, yaitu sebagai vektor penularan penyakit, sehingga perlu dilakukan
pengendalian vektor lalat dengan cara Perbaikan Hygiene dan sanitasi
lingkungan.
B.
Saran
Sebagai masyarakat, sebaiknya kita
senantiasa menjaga sanitasi lingkungan agar terhindar dari penyakit yang dibawa
oleh berbagai macam vektor salah satu seperti lalat, sehingga terwujud derajat
kesehatan yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Kardina, Agus,
2007. Daya Tolak Ekstrak Tanaman
(Rosmarinus Officinalis) terhadap Lalat (Musca Domestica).
Mahajoeno, Edwi, 2000. Toksisitas Ekstrak Tembakau Sisa Pabrik Rokok terhadap Lalat Rumah (Musca domestica).Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.
Manalu, Merylanca, 2012. Hubungan Tingkat Kepadatan Lalat (Musca Domestica) dengan Kejadian
Diare pada Anak Balita Dipemukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo
Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Program Sarjana
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rudianto, Heru, 2005. Studi Tentang Perbedaan Jarak Perumahan Ke TPA Sampah Open Dumping
dengan Indikator Tingkat Kepadatan Lalat dan Kejadian Diare (Studi Di Desa
Kenep Kecamatan Beji Kabupaten Pasuan).
Sayono, 2007. Pengaruh
Aroma Umpan dan Warna Kertas Terperangkap Terhadap Jumlah Lalat yang
Terperangkap. Universitas Muhammadiyah Malang.
Usmiati, Sri, 2006. Limbah Penyulingan Sereh Wangi dan Nilam sebagai Insektisida Pengusir
Lalat Rumah (Musca Domestica).Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Yusriatni, 2012. Keanekaragaman
Lalat (Cyclorrpha:Diptera) dan Parasit Usus yang Dibawanya Di Kabupaten dan
Kota Solok Sumatera Barat.
Show Conversion Code Hide Conversion Code Show Emoticon Hide Emoticon