PENDAHLUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap
manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah.
Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan
membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung dan
menyimpan barang berharga, dan rumah juga merupakan status lambang sosial
(Azwar, 1996; Mukono, 2000).
Perumahan
merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan
masyarakat. Karena itu pengadaan perumahan merupakan tujuan fundamental yang
kompleks dan tersedianya standar perumahan merupakan isu penting dari kesehatan
masyarakat. Perumahan yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat
kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas
dari ketersediaan prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air
bersih, sanitasi pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya pelayanan
sosial (Krieger and Higgins, 2002).
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari
ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan
sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992). Menurut WHO, rumah adalah
struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna
untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan
keluarga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat
berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang
menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh
anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu keberadaan
perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan
kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.
Menurut
American public health association (APHA) rumah dikatakan sehat apabila : (1) memenuhi kebutuhan fisik dasar
seperti temperatur lebih rendah dari udara di luar rumah, penerangan yang
memadai, ventilasi yang nyaman, dan kebisingan 45-55 dB.A.; (2) Memenuhi
kebutuhan kejiwaan; (3) Melindungi penghuninya dari penularan penyakit menular
yaitu penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan
air limbah saniter dan memenuhi syarat kesehatan; serta (4) Melindungi
penghuninya dari kemungkinan kecelakaan dan kebakaran, seperti fondasi rumah
yang kokoh. Tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek
listrik, keracunan, bahkan ancaman dari kecelakaan lalu lintas (Sanropie, 1992;
Azwar, 1996).
Komponen
yang harus dimiliki rumah sehat (Ditjen Cipta Karya, 1997) adalah : (1) Fondasi
yang kuat untuk mene ruskan beban bangunan ke tanah dasar, memberi kestabilan
bangunan , dan merupakan konstruksi penghubung antara bagunan dengan tanah; (2)
Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25
cm dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari
papan atau anyaman bambu; (3) Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai
ventilasi dan masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai; (4)
dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap,
menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta
menjaga kerahasiaan ( privacy) penghuninya; (5) Langit-langit untuk
menahan dan menyerap panas terik matahari, minimum 2,4 m dari lantai, bisa dari
bahan papan, anyaman bambu, tripleks atau gipsum; serta (6) Atap rumah yang berfungsi
sebagai penahan panas sinar matahari serta melindungi masuknya debu, angin dan
air hujan.
Sarana
lingkungan pemukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Contoh
sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas pusat perbelanjaan, pelayanan
umum, pendidikan dan kesehatan, tempat peribadatan, rekreasi dan olah raga,
pertamanan, pemakaman.
Selanjutnya
istilah utilitas umum mengacu pada sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan
pemukiman, meliputi jar ingan air bersih, listrik, telepon, gas, transportasi,
dan pemadam kebakaran. Utilitas umum membutuhkan pengelolaan profesional dan
berkelanjutan oleh suatu badan usaha.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
ada hubungan kondisi rumah secara pencahayaan, ventilasi dengan kejadian kecelakaan dan kesakitan dalam rumah?
2.
Apakah
ada hubungan antara sarana lingkungan pemukiman dengan penanganan kecelakaan
dan kesakitan dalam rumah?
3.
Apakah faktor-faktor perumahan mempengaruhi kejadian
kecelakaan dan kesakitan dalam rumah?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui faktor-faktor kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi
kejadian kecelakaan dan kesakitan dalam rumah.
2.
untuk
mempelajari hubungan sarana perumahan dengan kecelakaan dan kesakitan dalam
rumah
3.
Untuk
mengetahui hubungan kondisi rumah ventilasi, penerangan dalam kejadian
kecelakaan dan kesakitan dalam rumah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Data/hasil penelitian dan
pembahasan
Variabel
yang diamati pada penelitian ini adalah ventilasi rumah, kelembaban, kepadatan
hunian rumah dan kamar tidur pencahayaan alami , suhu, penggunaan obat nyamuk,
bahan bakar dapur yang digunakan, rokok dan sanitasi rumah. Variabel ini yang
diamati, karena merupakan faktor resiko dan memberikan kontribusi terhadap kejadian ISPA.
1.
Hasil/
data penelitian
a) Tabel
1 hasil penelitian
Kondisi rumah
|
Tidak ISPA
|
ISPA
|
||||||
Baik
|
kurang
|
Baik
|
Kurang
|
|||||
n
|
%
|
n
|
%
|
N
|
%
|
n
|
%
|
|
Sanitasi rumah
|
14
|
59,4
|
7
|
7,4
|
13
|
40,6
|
25
|
92,6
|
Ventilasi
|
16
|
53,3
|
5
|
17,2
|
14
|
46,7
|
24
|
82,8
|
Penerangan
|
13
|
52
|
8
|
23,5
|
12
|
48
|
26
|
76,5
|
Kepadatan
|
5
|
16,7
|
16
|
55,2
|
13
|
44,8
|
25
|
83,8
|
Kelembaban
|
5
|
21,7
|
16
|
44,4
|
18
|
78,3
|
20
|
55,6
|
Suhu
|
7
|
25
|
14
|
45,2
|
21
|
75
|
17
|
54,8
|
interpretasi:
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa penerangan alami sangat mempengaruhi kejadian ISPA terlihat 26 (76,5%) orang yang mengalami ISPA yang kondisi peneranganya kurang baik atau tidak memenuhi syarat. Kemudian kepadatan penghuni dan sanitasi rumah sangat mempengaruhi penyakit ISPA, terlihat sebanyak 25 orang yang mengalami ISPA yang sanitasi rumah dan kepadatan penghuninya sangat kurang dan sebanyak 24 orang (82,8) yang mengalami ISPA yang kondisi ventilasinya kurang dan 20 orang (55,6%) yang mengalami ISPA yang kondisi kelembabannya tidak memenuhi isyarat dan 21 orang yang menderita ISPA yang kondisi suhu rumah baik. Ini berarti ada hubungan antara penyakit ISPA dengan sanitasi rumah, ventilasi, penerangan,kepadatan penduduk, dan kelembaban. Dan suhu tidak terlalu mempengaruhi ISPA.Interpretasi:
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa penerangan alami sangat mempengaruhi kejadian ISPA terlihat 26 (76,5%) orang yang mengalami ISPA yang kondisi peneranganya kurang baik atau tidak memenuhi syarat. Kemudian kepadatan penghuni dan sanitasi rumah sangat mempengaruhi penyakit ISPA, terlihat sebanyak 25 orang yang mengalami ISPA yang sanitasi rumah dan kepadatan penghuninya sangat kurang dan sebanyak 24 orang (82,8) yang mengalami ISPA yang kondisi ventilasinya kurang dan 20 orang (55,6%) yang mengalami ISPA yang kondisi kelembabannya tidak memenuhi isyarat dan 21 orang yang menderita ISPA yang kondisi suhu rumah baik. Ini berarti ada hubungan antara penyakit ISPA dengan sanitasi rumah, ventilasi, penerangan,kepadatan penduduk, dan kelembaban. Dan suhu tidak terlalu mempengaruhi ISPA.Interpretasi:
b) Tabel
2 hasil penelitian
Kesehatan lingkungan perumahan
|
Memenuhi
syarat
|
Tidak
memenuhi syarat
|
||
n
|
%
|
N
|
%
|
|
Kelembaban
|
22
|
23,4
|
72
|
76,6
|
Suhu ruangan
|
37
|
34,4
|
57
|
60,6
|
Ventilasi rumah
|
15
|
16
|
74
|
84,0
|
Pemakaian obat nyamuk bakar
|
18
|
19,1
|
76
|
80,9
|
Bahan bakar dapur
|
29
|
30,9
|
65
|
69,1
|
Keberdaan perokok
|
20
|
21,3
|
74
|
78,7
|
Kepadatan penghuni
|
19
|
20,2
|
75
|
79,8
|
Kondisi dapur
|
16
|
17,0
|
78
|
83,0
|
Interpretasi:
Dari
tabel 2 dapat dilihat bahwa dari semua variabel yang di teliti, kondisi yang
mendominasi yaitu yang tidak memenuhi syarat berkisar antara (60%-88%)
sedangkan yang memenuhi syarat hanya sekitar (16%-35%). Dan kejadian ispa pada penelitian
ini mencapai 61 orang atau (64,9%).
c)Tabel 3 Hasil penelitian
Variabel
|
Kejadian
ISPA
|
Total
|
|
Ada keluhan
|
Tidak ada keluhan
|
||
Luas ventilasi
1.
tidak
memenuhi syarat (<10% dr luas lantai)
2.
memenuhi
syarat (>10% dr luas lantai)
|
38
19
|
13
16
|
51
38
|
Kelembaban
1.
Tidak
memenuhi syarat (<40% dan >70%)
2.
memenuhi
syarat (40%-70%)
|
39
18
|
10
19
|
49
37
|
Kepadatan penghuni
1.
Padat (<
8 m 2 untuk lebih dari 2 orang)
2.
Tidak padat
(> 8 m 2 untuk lebih dari 2 orang)
|
50
7
|
9
20
|
59
27
|
Bahan bakar
1.
Kayu
2.
Gas elpiji,
Kompor
|
39
18
|
9
20
|
48
38
|
Penggunaan rokok
1.
Ada yang
merokok
2.
Tidak ada
yang merokok
|
43
14
|
14
15
|
57
29
|
Penggunaan obat nyamuk
1.
Menggunakan
2.
Tidak
menggunakan
|
48
9
|
17
12
|
65
21
|
Interpretasi:
Dari
tabel 3 diatas dapat kita lihat sebanyak 38 orrang yang mengalami ISPA yang
kondisi ventilasinya tidak memenuhi syarat. 39 orang yang mengalami ISPA yang
kondisi kelembabannya tidak memenuhi standar. 50 orang yang mengalami ISPA yang
kepadatannya sangat tinggi. Dan 39 yang mendrita ISPA yang menggunakan kayu
bakar, dan 43 orang yang mengalami ISPA yang ada anggota keluarga merokok. Dan
48 orag yang mengalami ISPA yangn penggunaan obat nyamuknya tinggi.
d) Tabel 4
Sanitasi
fisik rumah
|
Lokasi
penelitian
|
||||||||
Tual
|
Panjarangan
sari
|
Sidomulyo
|
|||||||
Baik
(%)
|
Buruk (%)
|
Kejadian
ISPA
|
Baik
(%)
|
Buruk (%)
|
Kejadian ISPA
|
Baik (%)
|
Buruk (%)
|
Kejadian ISPA
|
|
Ventilasi
|
55,41
|
44,59
|
56,76 %
|
42
|
58
|
82 %
|
50,8
|
49,2
|
64,4 %
|
kelembaban
|
50
|
50
|
88
|
12
|
39
|
61
|
|||
Kepadatan
penghuni
|
58,78
|
41,22
|
38
|
62
|
50,8
|
49,2
|
|||
Pencahayaan
alami
|
-
|
-
|
24
|
76
|
42,4
|
57,6
|
|||
suhu
|
52,70
|
47,30
|
-
|
-
|
47,5
|
52,5
|
Interpretasi:
Dari tabel 4 dapat kita lihat kejadian
ISPA paling tinggi di desa panjarangan sari yaitu sebanyak 82% dan variabel yang paling tinggi yang tidak
memenuhi syarat yaitu pencahayaan yaitu 76 %. Yang kedua yaitu desa sidomulyo
sebanyak 64,4% yang mengalami ISPA dan kondisi kelembabanya yang tidak memenuhi
syarat sebanyak 61% sedangkan di desa tual variabel yang diteliti sudah
mencapai 50% keatas yang kondisinya baik dan kejadian ISPA di desa tual sebear
56,76%
2.
pembahasan
a. Ventilasi
Ventilasi
adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari
suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya udara segar
dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu
ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka
akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan. luas penghawaan yang
permanen yang ada pada rumah minimal 10% dari luas lantai menurut Kepmenkes RI
No. 829/Menkes/SK/ VII/1999.
b. penerangan/pencahayaan
Penerangan/pencahayaan
ada dua macam, yaitu penerangan alami dan
buatan. Penerangan alami sangat penting dalam menerangi rumah untuk mengurangi kelembaban. Penerangan
alami diperoleh dengan masuknya sinar
matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah maupun bagian lain dari rumah yang terbuka, selain berguna untuk penerangan sinar ini juga mengurangi
kelembaban ruangan, mengusir nyamuk
atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab penyakit tertentu, misalnya untuk membunuh bakteri adalah cahaya pada panjang gelombang 4000 A sinar
ultra violet. Cahaya matahari
disamping berguna untuk menerangi ruangan,
mengusir serangga (nyamuk) dan tikus, juga dapat membunuh beberapa penyakit menular misalnya TBC, cacar, influenza, penyakit kulit atau mata,
teru tama matahari langsung. Selain
itu sinar matahari yang menga ndung sinar ultra violet baik untuk pertumbuhan tulang anak- anak. Pencahayaan
alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh
ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
c. Sanitasi
rumah
Sanitasi
rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan
terhadap faktor fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Keadaan perumahan merupakan salah satu
faktor yang menentukan kondisi hygiene dan sanitasi lingkungan. Menurut UU RI
No. 4 tahun 1992, rumah berfungsi sebagai pembinaan keluarga. Rumah yang layak
dihuni adalah bangunan yang memenuhi syarat kesehatan penghuninya.
Kualitas
udara dalam ruangan yang baik didefinisikan sebagai udara yang bebas bahan
pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya kesehatan
penghuni. Temperatur dan kelembaban ruangan juga mempengaruhi kenyamanan dan
kesehatan penghuni.
A.
Aspek
kesehatan atau penyakit
Dari beberapa jurnal diatas, setelah
kita kaji lebih dalam terdapat banyak kesamaan, apalagi variabel yang diteliti
hampir sama. Dari pembahasan diatas variabel yang diteliti yaitu ventilisasi,
kepadatan penduduk, kelembaban ruangan, suhu, penggunaan obat nyamuk, bahan
bakar yang digunakan untuk memasak, kesehatan dan kebersihan ligkungan, serta
kepadatan penduduk.
Ternyata setelah diadakan penelitian
terkait variabel diata, maka apabila tidak memenuhi standar atau syarat
kesehatan maka dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti ISPA, TBC.
B.
Solusi
Dari hasil pengamatan diatas, mulai dari
variabel yang di teliti hingga penyakit yang ditimbulkan, maka solusi yang
tepat yaitu:
1.
Pengadaan ventilisasi yang
baik
2.
Usahakan ada penyinaran
secara alami, masuknya sinar matahari kedalam ruangan, karena sinar mata hairi
dapat membunuh kuman, bakteri dan virus peyebab penyakit, dan mempertahankan
ruangan agar tidak lembab.
3.
Kondisi lingkungan harus
tetap terjaga kebersihannya
4.
Bagi rumah dengan
kelembaban, suhu, dan penerangan alami yang kurang baik ukuran dan letaknya,
diharapkan bisa menambah genting kaca serta memperbaiki plafon, dan membuka
pintu dan jendela setiap pagi hari.
5.
Letak perumahan harus dengan
fasilitas umum
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, maka kami
dapat menyimpulkan bahwa, ternyata penyakit ISPA dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti ventilisasi. Sarana dalam penanganan kecelakaan dan
kesakitan dalam rumah juga sangat berpengaruh misalkan jarak rumah dari
fasilitas umum seperti pemadam kebakaran. Hal ini dianggap perlu dikarenakan
angka kematian akibat buruknya perencanaan pemukiman, konstruksi bangunan.
B.
Saran
dari
kesimpulan pembahasan diatas, kami sudah meliahat hubungan antara variabel yang
diteliti dengan kejadian penyakit khususnya penyakit ISPA, maka ada beberapa
saran dan solusi yang kami tawarkan yaitu:
1. Ventilisasi
harus tetap dijaga dan sesuai dengan syarat rumah sehat..
2. Kondisi
lingkungan harus tetap terjaga kebersihannya agar penyakit tidak mudah menyebar
dan menular
3. Bagi
instansi kesahatan terutama untuk mengupayakan penyuluhan yang intensif tentang
perumahan sehat yang memenuhi standar\
4. Perencanaan
perumahan sangat dibutuhkan mulai dari aspek kesehatan, sarana umum
DAFTAR
PUSTAKA
1. Fadly Nur Rahman Umar: Soedjajadi Keman, 2005, kesehatan
perumahan dan lingkungan pemukiman. jurnal kesehatan lingkungan, vol. 2, no. 1. Hal:29-42.
2. Fadly Nur
Rahman Umar: Evi Naria, Indra Chahaya dan Asmawati, 2008,
HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN KELUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUNTUNGANKECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN.
Hal: 1-7
Show Conversion Code Hide Conversion Code Show Emoticon Hide Emoticon