Contoh Makalah Pin Polio dan Campak di Sulawesi Selatan

Gambar: Ilustrasi

BAB I
 PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG
Imunisasi adalah salah satu cara  untuk memberikan  kekebalan pada bayi dan  anak  terhadap berbagai penyakit, sehingga dengan imunisasi diharapkan bayi dan  anak tetap tumbuh dalam keadaan sehat (Fadilah, 2005).
 Imunisasi merupakan suatu cara yang efektif untuk memberikan kekebalan khusus terhadap seseorang yang sehat, dengan tujuan utama untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan balita karena berbagai penyakit dapat dicegah dengan imunisasi. (Vivian, 2010).
Pertumbuhan  dan perkembangan pada anak dapat dicapai  secara optimal  apabila orang tua  melakukan berbagai upaya, seperti pemberian  upaya kesehatan,  salah satunya pemeliharaan kesehatan adalah pemberian imunisasi (Azwar, 2005).
Dari imunisasi yang diharuskan dan dianjurkan di Indonesia yaitu BCG, Hepatitis B DPT, Polio, campak (Azwar,2005).
 Tanpa imunisasi, kira –kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus dan dari setiap 200.000 anak, 1 diantaranya akan menderita penyakit polio (Depkes RI, 2004).
Di Indonesia program imunisasi campak telah  dimulai sejak 1984,  kemudian meningkat sampai 80% pada tahun 1990 dan seterusnya bertahan diatas angka tersebut sampai tahun 2006 (Adelina, Sumut Pos, 2009).
Dari imunisasi yang diharuskan dan dianjurkan di Indonesia yaitu BCG, Hepatitis B DPT, Polio, campak (Azwar,2005).
 Tanpa imunisasi, kira –kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus dan dari setiap 200.000 anak, 1 diantaranya akan menderita penyakit polio (Depkes RI, 2004).
Di Indonesia program imunisasi campak telah  dimulai sejak 1984,  kemudian meningkat sampai 80% pada tahun 1990 dan seterusnya bertahan diatas angka tersebut sampai tahun 2006 (Adelina, Sumut Pos, 2009).
B RUMUSA MASALAH
            Berapa besarkah tingkat keberhasilan pemerintah kab/kota sulawesiselatan dalam melaksanakan program imunisasi campak dan polio
C TUJUAN
1.    Tujuan umum
Untuk memberikan informasi mahasiswa tentang imunisasi campak dan polio
2.    Tujuan khusus
1.    Untuk mengetahui defenisi imunisasi campak dan polio
2.    Untuk mengetahui manfaat imunisasi campak dan polio

BAB II
 PEMBAHASAN

1.1         PROGRAM REDUKSI CAMPAK
Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) /reservoir campak hanya pada manusia, serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85%, dan diperkirakan eradikasi dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.
Selanjutnya global Sidang WHA tahun 1998, menetapkan kesepakatan Eradikasi Polio (Erapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM). Pada Technical Consultative Groups (TCG) Meeting, di Dakka, Bangladesh tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan
pencegahan KEJADIAN LUAR BIASA (KLB).
Program Imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982, dan pada tahun 1991 Indonesia telah mencapai Imunisasi Dasar Lengkap atau universal childs immunization (UCI) secara nasional. Sebagai dampak program imunisasi tersebut terjadi kecenderungan penurunan insidens campak pada semua golongan umur. Pada bayi (< 1 tahun) dan anak umur I-4 tahun terjadi penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-14 tahun relatif landai.
Mortalitas/kematian kasus campak yang dirawat inap Rumah Sakit pada tahun 1982 adalah sebesar 73 kasus kematian dengan angka fatalitas kasus atau case fatality rate (CFR) sebesar 4,8%, dan mengalami penurunan sebesar 80% pada tahun 1996 (16 kematian,CFR 0,6%). Di beberapa daerah terutama daerah dengan cakupan imunisasi campak rendah atau pada daerah dengan akumulasi kelompok rentan/ suseptibel yang tidak tercakup imunisasi dalam beberapa tahun (3-5 tahun) sering terjadi KLB campak. Distribusi kelompok umur pada KLB umumnya terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dan 5-9 tahun, dan pada beherapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser pada kelompok umur yang lebih tua (10-I 4 tahun). Pemeriksaan serologi untuk menegakkan diagnosa campak pada KLB
dari sampel yang diambil menunjukkan 87,5-95% IgM (+) dan dari pemeriksaan virologi di Jawa Tengah (Tegal, Kendal, Wonogiri, Pemalang) dan Irian Jaya telah dapat diisolasi virus campak dengan type G2 yang berasal dari Pemalang serta Irian Jlaya, yang masih sama dengan type virus di Indonesia.
1.2         TUJUAN DAN STRATEGI REDUKSI CAMPAK
1.1 Tujuan Reduksi Campak
Menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dibandingkan dengan keadaan sebelum program imunisasi campak dilaksanakan (WHO).
 Adapun Tujuan reduksi campak di Indonesia adalah menurunkan insiden campak anak dibawah lima tahun (balita) (SKRT) dari 528 per 10.000 pada tahun 1986 menjadi 50 per 10.000 balita pada tahun 2004, dan menurunkan kematian dari 40 per 10.000 balita per tahun (SKRT) menjadi 2 per 10.000 pada tahun 2004.

2.2 Srategi Reduksi Campak
Strategi reduksi campak di Indonesia meliputi :
1. Imunisasi rutin pada bayi 9-11 bulan (UCI desa > 80%)
2. Imunisasi tambahan (suplemen)
3. Surveilans (Surveilans rutin,SKD-respon KLB & Penyelidikan KLB).
4. Tata laksana kasus (case management)
5. Pemeriksaan Laboratorium
6. Penanggulangan KLB.

BERIKUT  DATA IMUNISASI  CAMPAK
SULAWESI  SELATAN     
                                               
Cakupan imunisasi rutin di Indonesia setiap tahun semakin meningkat namun masih banyak di temukan juga kasus dan angka insiden campak dan polio yang dapat di cegah melalui imunisasi.
1.    Penyakit campak merupakan penyakit yang dapat di cegah melalui imunisasi.
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan kejadian luar biasa
(KLB). Sepanjang tahun 2003, secara nasional, frekuensi KLB Campak menempati urutankeempat, setelah DBD, Diare dan Chikungunya. KLB Campak 2003 terjadi sebanyak 89 kali dengan jumlah kasus sebanyak 2.914 dan 10 kematian (CFR=0,34%).
Sedangkan di Sulawesi Selatan, KLB Campak periode Januari - Desember 2005
(sama dengan kejadian di tahun 2004) yakni terjadi di 5 kab./kota dengan jumlah penderita sebanyak 445 orang (termasuk 1 Kabupaten dari Provinsi Sulbar yakni Kab. Majene) tanpa kematian (CFR=0,0%). Adapun distribusi kab./kota yang melaporkan adanya KLB Campak masing-masing Kab. Luwu dengan 1 kejadian 72 penderita tanpa kematian(CFR=0%), Kab. Sidrap 2 kejadian dengan 19 penderita tanpa kematian, Kab. Tator1 kejadian dengan 183 penderita tanpa kematian, Kota Palopo 1 kejadian dengan 23 penderita tanpa kematian dan Kab. Luwu Timur 1 kejadian dengan 53 penderita tanpa kematian (CFR=0%). Pada tahun 2006, KLB Campak terjadi sebanyak 35 kali dengan jumlah penderita sebanyak 547 orang dengan CFR sebesar 18,65% dan untuk tahun 2007 jumlah penderita campak meningkat sebanyak 1.261 orang dan tanpa kematian (CFR=0%).
Menurut hasil Riskesdas tahun 2007 di Sulawesi Selatan. prevalensi campak klinis
sebesar 1,32%, tertinggi di Kabupaten Tana Toraja (7,1%) dan terendah di beberapa kabupaten 34 dengan prevalensi 0,1%. Enam diantara 23 kabupaten mempunyai prevalensi lebih tinggi dari angka provinsi, antara lain Tator (7,1%), Luwu Utara (2,8%), Luwu (2,5%), Bantaeng (2,2%), Gowa (1,8%), dan Luwu Timur (1,5%). Dari keempat jenis infeksi di atas di Sulawesi Selatan,hanya ISPA yang angka prevalensinya lebih rendah dari angka nasional.
Sedangkan pada tahun 2008 ini, jumlah penderita campak menurun yaitu 675
orang dan tanpa kematian (CFR=0%) dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 921 orang.
Pada tahun 2009 ini tercatat BCG (93,98%), DPT3+HB3 (93,44 %), Polio (92,97
%), Campak(92,88%), secara keseluruhan belum mencapai terget nasional (100%).
Capaian imunisasi HB3 dapat dilihat pada gambar III.B.10, terdapat 4 kabupaten yang tidak memenuhi standar provinsi (90%) yaitu Kab. Selayar, Jeneponto, Sinjai dan Sidrap.Berdasarkan laporan hasil SDKI 2007, terdapat 59% anak usia 12-23 tahun di Indonesia telah menerima semua jenis imunisasi yang dianjurkan, 9% anak tidak pernah menerima imunisasi dan sisanya 33% anak hanya menerima sebagian imunisasi. Cakupan imunisasi dasar berbeda sedikit menurut jenis kelamin anak, tetapi beragam cukup bermakna menurut latar belakang karakteristik anak, contohnya terdapat 68% anak 37 perkotaan telah menyelesaikan imunisasi dasar dibandingkan 52% anak perdesaan. Cakupan imunisasi lengkap meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan ibu; 19% anak dari ibu tanpa pendidikan dibandingkan 73% anak dari ibu pendidikan menengah atau lebih. Adapun situasi cakupan imunisasi di Sulsel berdasarkan SDKI 2007 tercatat BCG 79,8% (Nasional 85,4%), DPT3 61,8%(Nasional 66,7%), Polio4 53,6%(Nasional 55,5%), Campak 69% (Nasional 76,4%), Hepatitis B3 54,1% (Nasional 60,3%), imunisasi lengkap 55,1% (Nasional 58,6%), tidak pernah imunisasi 17,8% (Nasional 8,6%).
1.2         POLIO
Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi polio sebanyak 4 kali pada bayi (<1 tahun) secara rutin, tetapi di Indonesia dalam rangka eradikasi polio yang sejalan dengan
Komitmen Global ada kegiatan imunisasi tambahan yaitu melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN), sub PIN dengan Nsasaran anak < 5 tahun maupun BLF (Back log fighting)dengan sasaran anak usia < 3 tahun(2).
Penyakit ini disebabkan oleh Poliovirus tipe 1,2, dan 3; semua tipe dapat menyebabkan paralisis (lumpuh) atau yang lebih dikenal sebagai kasus AFP (acute flaccid paralysis);
tetapi yang paling paralytogenic ialah tipe 1. Penularannya melalui makanan atau alat-alat terkontaminasi feses penderita polio (fecal oral transmission). Masa inkubasi penyakit ini
biasanya 7- 14 hari, rentang waktunya antara 3-35 hari (4) .
Di Indonesia program eradikasi polio dilaksanakan sesuai kesepakatan pada WHA ke 41 (1988) yang sebetulnya mengharapkan eradikasi polio di dunia sebelum tahun 2000. Ada 4 strategi untuk pencapaian tujuan tersebut yaitu: imunisasi rutin OPV (oral polio virus) dengan cakupan tinggi, imunisasi tambahan, surveilans AFP dan investigasi laboratorium,
serta mop-up untuk memutus rantai penularan terakhir.
Tabel 16. Jumlah kasus AFP umur < 15 tahun di Indonesia, 2000- 2002.


Tahun
Jumlah Minimal
1 Tahun
YANG
DI LAPORKAN
JUMLAH
TOTAL AFP RATE (1/1OO.1OO)
Nonpolio
AFP rate
(1/100.000)
2000
2001
2002
644
643
643
602
883
883
0,93
1,32
1,32
0,9
1,31
1,31


Tabel 16 memperlihatkan jumlah minimal yang harus ditemukan per 1/100.000 penduduk berusia < 15 tahun antara 643-644 kasus. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2000 kurang dari target minimalnya yaitu 602 dari 644, mungkin targetnya terlalu tinggi, kasusnya hanya sejumlah itu, atau petugasnya yang kurang aktif; sedangkan pada tahun 2001 dan
2002 jumlahnya di atas target minimalnya, mungkin memang terjadi peningkatan kasus, target terlalu rendah, atau petugasnya 82,4 % mungkin karena penanganan sampel kurang baik atau
memang karena infeksi non polio (bukan karena virus polio).

PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI POLIO3 PER KAB./KOTA
DI SULAWESI SELATAN TAHUN 2009
Imunisasi polio diberikan untuk mencegah penyakit poliomielitis yang diberikan
pada umur 0-11 bulan sebanyak 4 kali, selang waktu 4 minggu dengan cara meneteskan ke mulut bayi. Situasi capaian imunisasi Polio 1 dan 4 diSulawesi Selatan pada tahun 2008, seperti pada gambar IV.A.17.

NO
NAMA KAB/KOTA
PERSEN
1
SELAYAR
78%
2
BULUKUMBA
92%
3
BANTAENG
91%
4
JENEPONTO
87%
5
TAKALAR
89%
6
GOWA
91%
7
SINJAI
86%
8
MAROS
97%
9
PANGKEP
99%
10
BARRU
100%
12
BONE
99%
13
SOPENG
94%
14
WAJO
93%
15
SIDRAP
86%
16
PINDRANG
91%
17
ENREKANG
92%
18
LUWU
95%
19
TATOR
96%
20
LUWU UTARA
92%
22
LUWU TIMUR
91%
23
MAKASSAR
96%
24
PARE-PARE
50%
25
PALOPO
92%
26
TORAJA UTARA
90%
Sumber : Profil Kes Kab./Kota Tahun 2009

Imuisasi adalah proses pembentukan system kekebalan tubuh,berikut adalah jumlah kasus dan angka kesakitan penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (pd3i) menurut kabupaten/kota di sulawesi selatan.

NO
KAB/KOTA
PUSKESMAS
JUMLAH KASUS PD31

PERTUSIS
TETANUS
T.NEONA
TERUM
CAMPAK
POLIO
HEPATITIS B
DIFTERI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
7301
SELAYAR
12
0
0
0
0
4
1
10
7302
BULUKUMBA
16
0
111
5

5
0
0
7303
BANTAENG
12
0
0
0
0
37
0
0
7304
JENEPONTO
17
0
0
0
0
9
0
0
7305
TAKALAR
14
0
0
0
1
5
1
20
7306
GOWA
23
0
0
0
0
0
0
0
7306
SINJAI
15
0
0
0
0
10
0
0
7307
MAROS
14
0
0
0
0
9
3
21
7308
PANGKEP
19
0
0
0
0
4
0
0
7309
BARRU
10
0
0
0
0
91
0
0
7310
BONE
36
6
0
0
0
11
0
0
7311
SOPPENG
17
0
0
0
0
70
2
0
7312
WAJO
22
0
0
0
0
8
0
0
7313
SIDRAP
14
0
0
0
0
2
0
0
7314
PINDRANG
14
0
0
0
0
0
0
0
7315
ENREKANG
13
0
0
0
1
130
1
1
7316
LUWUK
21
0
0
0
0
22
5
0
7317
TATOR
20
0
0
0
0
18
0
32
7318
LUWU UTARA
12
0
0
0
0
5
0
0
7319
LUWU TIMUR
13
0
0
0
0
0
0
0
7371
MAKASSAR
37
9
0
0
0
401
0
0
7372
PARE-PARE
6
0
0
0
0
31
1
21
7373
PALOPO
9
0
0
0
0
49
0
0
7326
TORAJA UTARA
15                     
0
0
0
0
0
0
0
SULSEL
401
15
111
5
2
921
14
195










BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan data diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa pelaksanaan imunisasi di Indonesia sudah sangat gencar di lakukan namun pemerintah bukanlah tuhan yang biasa memberantas penyakit dengan mudah, marilah kita sebagai masyarakat membatu pemerintah dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan ini.

3.2 SARAN

Tak ada gading yang tak retak,tak ada manusia yang sempurna oleh karena itu apabila ada kesalahan dalam makala kami sebagai penulis mengucapkan permohonan maaf,kritikan dan saran anda yang bersifat membangu sangat kami butuhkan guna kesempurnaan makala makala selanjutnya.

3.3 DAFTAR PUSTAKA
Dinkes-sulsel.90/d//indeks
E book.com//masala imunisasi-diindonesia
www.jabotabek news.com
ile:///G:/gambaran-pengetahuan-ibu-tentang.html
file:///G:/License.html

Previous
Next Post »
Thanks for your comment