PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Wabah penyakit flu burung yang melanda
dunia, khususnya kawasan asia, memang menjadi perhatian, baik masyarakat luas
maupun badan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh penyakit flu burung yang dapat
menular kepada manusia dan berakibat fatal karena dapat membawa kematian.
Kasusnya sangat gencar diberitakan di berbagai media massa sehingga membuat
resah banyak pihak.
Pada dasarnya, wabah flu burung sudah
terjadi sejak tahun 1959 di Skotlandia. Pada saat itu ditemukan virus avian
influenza subtipe H5N1 yang menyerang ternak unggas dan menular ke
manusia. Di Asia, wabah virus flu burung merebak sekitar tahun 90-an di
Hongkong. Sejak saat itulah, flu burung menjadi penyakit pandemik (Lintas batas
Negara). Thailand, Malaysia, Cina, Korea, Kamboja, dan Indonesia adalah
sebagian Negara yang telah terjangkit virus flu burung.
Munculnya penyakit Flu burung menimbulkan
dampak yang luar biasa terutama di bidang perekonomian di suatu Negara.
Kerugian di Industri peternakan menyebabkan hilangnya keuntungan milyaran
rupiah yang dialami baik peternak ataupun Negara, terutama bagi Negara
berkembang yang bergantung pada industri tersebut sebagai salah satu sumber
pendapatannya.
Kemungkinan
dampak negatif yang ditimbulkan oleh virus ganas ini akan semakin meluas karena
didukung tingkat penyebaran virus yang bisa berkembang dan menyebar luas dengan
cepat. Hal itu bisa terjadi jika tidak dilakukan tindakan preventif, baik
terhadap unggas maupun pada manusia yang bersinggungan langsung dengan ternak unggas.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Flu burung atau dalam bahasa Inggris
dikenal dengan avian flu atau avian influenza (AI) adalah penyakit menular yang
disebabkan virus influenza A sub tipe H5N1 yang biasanya menyerang unggas
tetapi juga dapat menyerang manusia. Virus ini termasuk famili Orthomyxoviridae
dan memiliki diameter 90-120 nanometer. Virus avian influenza ini menyerang
alat pernapasan, pencernaan dan sistem saraf unggas
Secara normal, virus tersebut hanya
menginfeksi ternak unggas seperti ayam, kalkun, dan itik. Tetapi walaupun
jarang dapat menyerang spesies hewan tertentu selain unggas misalnya babi,
kuda, harimau, macan tutul, dan kucing.
Walaupun
hampir semua jenis unggas dapat terinfeksi virus yang terkenal sangat ganas
ini, tetapi diketahui yang jauh lebih rentan adalah jenis unggas yang
diternakkan secara massal seperti ayam, puyuh, dan itik.
- Etiologi dan Penyebaran Penyakit
a)
Sumber
penularan
Penyebab flu burung adalah virus influenza
tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula
menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia.
Virus influenza tipe A memiliki beberapa
subtipe yang ditandai adanya Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian
H dan 15 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah
subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari.
b) Masa Inkubasi
-
Pada Unggas : 1 minggu
-
Pada Manusia : 1-3 hari , Masa
infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai
21 hari.
c)
Patologi:
a)
Pada
unggas yang mati dengan sangat cepat akibat dari penyakit ini, hanya sedikit
luka saja dapat terlihat:
·
Dehidrasi,
penyumbatan organ-organ dalam dan oto
t.
t.
b)
Pada
unggas yang tidak mati secara cepat:
·
Pendarahan
pada seluruh tubuh, khususnya di pangkal tenggorokan, trakea dan disekitar hati,
dll.
c)
Keluarnya cairan di bawah
kulit yang sangat banyak, khususnya disekitar kepala dan lutut kaki.d)
Cara penularan
Penularan Flu burung (H5N1) pada unggas
terjadi secara cepat dengan kematian tinggi. Penyebaran penyakit ini terjadi
diantara populasi unggas satu pertenakan, bahkan dapat menyebar dari satu
pertenakan ke peternakan daerah lain. Sedangkan penularan penyakit ini kepada
manusia dapat melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal
dari tinja, air mata atau sekreta unggas yang terserang Flu Burung. Adapun
orang yang mempunyai resiko besar untuk terserang virus flu burung (H5N1) ini
adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas.
Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui udara (air
borne) dan melalui kontak langsung dengan unggas sakit atau kontak dengan bahan
bahan infeksius seperti tinja, urin, dan sekret saluran napas unggas sakit.
e)
Penularan
antar ternak unggas
Seekor unggas yang terinfeksi virus H5N1 akan menularkannya
dalam waktu singkat. Jika semua unggas peliharaan memiliki daya tahan yang
bagus maka infeksi tidak akan
menyebabkan kematian, dengan kata lain virus tidak aktif. Sebaliknya, jika
kondisi unggas berada dalam kondisi buruk maka flu burung dapat mematikan.
Secara singkat, penyakit flu burung dapat ditularkan dari
unggas ke unggas lain atau dari peternakan ke peternakan lainnya dengan cara
sebagai berikut:
- Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka.
- Melalui lendir yang berasal dari hidung
dan mata.
- Melalui kotoran (feses) unggas yang terserang flu burung.
- Lewat manusia melalui sepatu dan pakaian yang terkontaminasi dengan virus.
- Melalui pakan, air, dan peralatan kandang yang terkontaminasi.
- Melalui udara karena memiliki peran penting dalam penularan dalam satu
kandang, tetapi memiliki peran terbatas dalam penularan antar kandang.
- Melalui unggas air yang dapat berperan sebagai sumber (reservoir)
virus dari dalam saluran intestinal dan dilepaskan lewat kotoran.
f) Penularan dari ternak ke manusia
Faktor yang memengaruhi penularan
flu burung dari ternak ke manusia adalah jarak dan intensitas dalam aktivitas
yang berinteraksi dengan kegiatan peternakan. Semakin dekat jarak peternakan
yang terkena wabah virus dengan lingkungan manusia maka peluang untuk
menularnya virus bisa semakin besar. Penularan virus ke manusia lebih mudah
terjadi bila orang tersebut melakukan kontak langsung dengan aktivitas peternakan.
Orang yang mempunyai risiko tinggi terserang flu burung adalah pekerja
peternakan unggas, penjual, penjamah unggas, sampai ke dokter hewan yang
bertugas memeriksa kesehatan ternak di peternakan
g) Penularan antar manusia
Penularan flu burung antar manusia belum dapat dibuktikan, tetapi tetap
perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan virus cepat bermutasi dan beradaptasi
dengan manusia sehingga memungkinkan adanya varian baru dari virus flu burung
yang dapat menular antar manusia.
- Gejala flu burung
a) Flu burung pada ternak
Gejala klinis flu burung pada unggas mirip dengan gejala newcastle disease,
atau di indonesia disebut penyakit tetelo atau pileren yang disebabkan oleh
paramyxovirus.
Gejala Klinis ternak unggas yang terinfeksi flu burung sebagai berikut:
·
Jengger,
pial, dan kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu bewarna biru keunguan.
·
Pembengkakan
di sekitar kepala dan muka.
·
Ada
cairan yang keluar dari hidung dan mata.
·
Perdarahan
di bawah kulit (subkutan)
·
Perdarahan
titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki.
·
Batuk, bersin, ngorok.
·
Diare.
·
Tingkat kematian tinggi.
b)
Flu burung
pada manusia
Orang yang terserang flu burung
menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa, tetapi kerena keganasan virusnya
menyebabkan flu ini juga ganas. Virus influenza biasanya menimbulkan penyakit
yang ringan. Tetapi virus flu burung ini sangat ganas dan dapat menyebabkan
kematian dalam satu minggu.
Orang yang
terkena flu burung mengalami kenaikan suhu tubuh sampai 39C, sakit tenggorokan,
batuk, sesak napas dan mengeluarkan lendir bening dari hidung. Kondisi ini
dapat diikuti dengan penurunan daya tahan tubuh yang sangat cepat karena
biasanya penderita tidak memiliki nafsu makan, diare dan muntah. Dalam waktu
singkat gejala gejala tersebut dapat menjadi lebih berat dengan terjadinya
peradangan di paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik
pada pasien maka dapat menyebabkan kematian.
- Epidemiologi Penyakit Flu Burung
Infeksi
awal manusia dengan H5N1 bertepatan dengan (epidemi dalam nonhumans) epidemi
influenza H5N1 pada populasi unggas Hong Kong. Wabah ini panzootic (penyakit yang
menyerang hewan dari banyak spesies, terutama di daerah yang luas) telah
dihentikan oleh pembunuhan penduduk seluruh unggas domestik di wilayah ini.
Namun, penyakit tersebut terus menyebar. Pada tanggal 21 Desember WHO
mengumumkan total 447 kasus yang mengakibatkan kematian 263.
H5N1 terutama disebarkan oleh
unggas domestik, baik melalui gerakan burung yang terinfeksi dan produk unggas
dan melalui penggunaan pupuk kandang unggas yang terinfeksi sebagai pupuk atau
pakan. Manusia dengan H5N1 telah biasanya menangkapnya dari ayam, yang pada
gilirannya terinfeksi oleh unggas lain atau unggas air. Migrasi unggas air
(itik liar, angsa dan angsa) membawa H5N1, sering tanpa menjadi sakit. Banyak
jenis burung dan mamalia bisa terinfeksi HPAI A (H5N1), tetapi peran hewan
selain unggas dan unggas air sebagai penyebaran penyakit-host tidak diketahui. Menurut sebuah laporan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia, H5N1 dapat menyebar secara tidak langsung. Laporan tersebut
menyatakan bahwa virus kadang-kadang mungkin menempel pada permukaan atau
mendapatkan menendang di debu pupuk untuk menginfeksi orang.
Keracunan
H5N1 telah bermutasi menjadi berbagai strain dengan profil
yang berbeda patogen, beberapa orang lain patogenik untuk satu spesies tetapi
tidak, beberapa patogen untuk beberapa spesies. Setiap variasi genetik tertentu
yang dikenal dapat dilacak untuk virus isolat kasus tertentu infeksi. Melalui
drift antigenik, H5N1 telah bermutasi menjadi puluhan varietas yang sangat
patogen dibagi menjadi clades genetik yang dikenal dari isolat spesifik, tapi
semua sekarang dimiliki genotipe Z virus influenza, burung H5N1 sekarang
genotipe yang dominan. H5N1 isolat ditemukan di Hong Kong pada tahun 1997 dan
2001 tidak konsisten ditransmisikan secara efisien di antara burung dan tidak
menyebabkan penyakit signifikan dalam hewan tersebut. Pada tahun 2002 baru
isolat H5N1 muncul dalam populasi burung dari Hong Kong. Ini baru isolat
menyebabkan penyakit akut, termasuk disfungsi neurologis parah dan kematian
pada bebek. Ini merupakan kasus pertama yang dilaporkan infeksi virus influenza
mematikan pada burung air liar sejak tahun 1961. Genotipe Z muncul pada tahun
2002 melalui reassortment dari sebelumnya genotipe sangat patogen H5N1 genotipe
Z adalah endemik pada burung di Asia Tenggara, telah menciptakan setidaknya dua
clades yang dapat menginfeksi manusia, dan menyebar di seluruh dunia pada
populasi burung. Mutasi yang terjadi dalam genotipe ini yang meningkatkan
pathogenicity mereka. Burung juga dapat terjangkit virus untuk periode waktu
yang lebih lama sebelum kematian mereka, meningkatkan transmisibilitas virus.
Transmisi
dan kisaran inang
burung yang terinfeksi H5N1 mengirimkan melalui air liur
mereka, sekresi hidung, kotoran dan darah. hewan lainnya mungkin akan
terinfeksi virus melalui kontak langsung dengan cairan tubuh ini atau melalui
kontak dengan permukaan yang terkontaminasi dengan mereka. H5N1 tetap menular
setelah lebih dari 30 hari pada 0 ° C (32,0 ° F) (lebih dari satu bulan pada
suhu beku) atau 6 hari pada 37 ° C (98,6 ° F) (satu minggu pada suhu tubuh
manusia) sehingga pada temperatur biasa itu berlangsung di lingkungan selama
berminggu-minggu. Pada suhu Arktik, tidak menurunkan sama sekali.
Karena burung migran adalah
salah satu pembawa virus H5N1 yang sangat patogen, itu menyebar ke seluruh
bagian dunia. H5N1 berbeda dari semua virus yang sangat patogen sebelumnya
dikenal flu burung pada kemampuannya untuk disebarkan oleh hewan selain unggas.
Pada bulan Oktober 2004, para peneliti
menemukan bahwa H5N1 jauh lebih berbahaya daripada yang diyakini sebelumnya.
Unggas air yang diturunkan menjadi langsung menyebarkan strain patogenik tinggi
H5N1 untuk ayam, gagak, merpati, dan burung lainnya, dan virus itu meningkatkan
kemampuannya untuk menginfeksi mamalia juga. Dari titik ini, para ahli flu
burung semakin disebut penahanan sebagai suatu strategi yang dapat menunda,
tetapi tidak pada akhirnya mencegah, pandemi flu burung di masa depan.
"Sejak tahun 1997, studi tentang influenza A (H5N1)
menunjukkan bahwa virus ini terus berkembang, dengan perubahan antigenisitas
dan konstelasi gen internal; berbagai diperluas tuan rumah di spesies burung
dan kemampuan untuk menginfeksi felids; patogenisitas ditingkatkan dalam
eksperimen tikus terinfeksi dan ferret , di mana mereka menyebabkan infeksi
sistemik, dan peningkatan stabilitas lingkungan ".
''The New York Times'', dalam sebuah artikel pada transmisi
H5N1 melalui burung diselundupkan, laporan Wade Hagemeijer dari Wetlands
International menyatakan, "Kami percaya disebarkan oleh migrasi burung dan
perdagangan, namun perdagangan itu, terutama perdagangan ilegal, adalah lebih
penting ".
Pada September 27, 2007 peneliti melaporkan bahwa virus flu
burung H5N1 juga dapat melewati plasenta wanita hamil untuk menginfeksi janin.
Mereka juga menemukan bukti tentang apa yang telah lama dicurigai dokter-bahwa
virus tidak hanya berdampak pada paru-paru, tetapi juga melewati seluruh tubuh
masuk ke saluran pencernaan, otak, hati, dan sel darah.
Pada
kenyataannya virus H5N1 di Asia Tenggara sejak kemunculannya pada akhir tahun
2003 memperlihatkan gambaran epidemiologi penyakit baru yang berbeda dari
kejadian sebelumnya (Eagles et al., 2009).
Pada
akhir tahun 2000 atau awal tahun 2001 terjadi perluasan bentangan induk semang
dari virus H5N1 ke spesies itik yang mendorong terjadinya perubahan genetik
virus. Kadang-kadang menimbulkan gejala klinis pada itik, akan tetapi
seringkali tanpa gejala sama sekali. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa itik
merupakan faktor signifikan dalam penularan penyakit di wilayah Asia Tenggara,
terutama apabila dikaitkan dengan sistem pemeliharaan itik berpindah (free-range)
yang umum didapatkan di beberapa negara (Martin et al., 2006; Sims and Brown,
2008; Sturm-Ramirez et al., 2008).
Virus
H5N1 keturunan (lineage) Asia muncul bersirkulasi pada beberapa spesies
unggas liar, suatu kejadian yang tidak umum untuk virus AI (Morris and Jackson,
2005). Keterlibatan itik domestik dalam pengaturan ulang gen (reassortment)
virus-virus AI dan kesamaan filogenetik dengan spesies unggas akuatik liar
dianggap berkontribusi terhadap fenomena ini (Sims and Brown, 2008). Pada
kenyataannya terjadi perubahan penularan dari jalur fecal/oral (alat
pencernaan) ke jalur respiratori (alat pernafasan) pada unggas dan sejumlah
spesies unggas akuatik liar. Suatu penelitian yang dilaksanakan dengan
menggunakan strain virus H5N1 menemukan bahwa pada itik mallards muda dan bebek
Peking, virus berada dalam konsentrasi yang lebih tinggi pada trachea
dibandingkan pada cloaca, baik unggas yang ditularkan melalui inokulasi maupun
kontak (Alexander, 2007; Sturm-Ramirez et al., 2005).
Seperti
halnya dengan penyakit menular lain pada unggas, perkembangbiakan virus yang
terus berlanjut di wilayah Asia Tenggara ini disebabkan oleh perdagangan dan
pergerakan unggas hidup, sistem pemeliharaan itik berpindah, pasar unggas hidup
dan biosekuriti yang minimal pada sistem produksi unggas semi-intensif (Gilbert
et al., 2006; Martin et al., 2006; Sims and Brown, 2008; Sturm-Ramirez et al.,
2008). Suatu penelitian melalui surveilans intensif yang dilaksanakan
berbulan-bulan oleh pemerintah Thailand pada akhir tahun 2004 berhasil
menunjukkan adanya suatu hubungan yang kuat antara penyebaran wabah AI dengan
itik pengembara atau berpindah-pindah. Faktor lain yang juga dinyatakan
berkaitan termasuk jumlah ayam kampung, jumlah ayam adu dan kepadatan populasi
manusia. Wabah juga umumnya lebih banyak terjadi di daratan rendah dibandingkan
dengan dataran yang berelevasi tinggi. Penelitian di Vietnam juga menunjukkan
hal yang sama, dimana wabah gelombang ke-dua berkorelasi dengan jumlah itik
yang ada di wilayah tersebut (Gilbert et al., 2006).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
- Pencegahan / Penanggulangan flu burung
Penanggulangan flu
burung pada ternak
Virus flu
burung yang dapat menyerang pada hewan saat ini belum diketahui obat maupun
vaksin yang tepat untuk mengobatinya. Pemberian obat maupun vaksin dilakukan lebih ke arah pencegahan supaya
tidak menular kepada hewan lain maupun manusia di sekitarnya. Beberapa langkah
yang dapat ditempuh dalam penanggulangan flu burung antara lain sebagai
berikut:
1. Biosekuriti
Disebut
juga keamanan hayati, yaitu perlakuan yang ditujukan untuk menjaga keamanan
hayati demi pemeliharaan kesehatan dan memperkecil ancaman terhadap individu
yang dilindungi.
Usaha ini antara lain:
- Membatasi secara ketat lalu lintas unggas atau ternak, produk unggas, pakan, kotoran, bulu, dan alas kandang.
- Membatasi lalu lintas pekerja atau orang dan kendaraan keluar masuk peternakan.
- Peternak dan orang yang hendak masuk peternakan harus memakai pakaian pelindung seperti masker, kaca mata plastik, kaos tangan, dan sepatu.
- Mencegah kontak antara unggas dengan
burung liar.
2. Depopulasi
Depopulasi
adalah tindakan pemusnahan unggas secara selektif di peternakan yang tertular
virus flu burung. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit
lebih luas.
Cara
pemusnahan unggas yang terinfeksi virus flu burung adalah menyembelih semua
unggas yang sakit dan yang sehat dalam satu kandang (peternakan). Selain itu,
dapat juga dilakukan dengan cara disposal, yaitu membakar dan mengubur unggas
mati, sekam dan pakan yang tercemar, serta bahan dan peralatan yang
terkontaminasi.
3. Vaksinasi
Dilakukan
pada semua jenis unggas yang sehat di daerah yang telah diketahui ada
virus flu burung. Vaksin yang digunakan adalah vaksin inaktif (killed vaccine)
yang resmi dari pemerintah.
Penanggulangan flu burung pada manusia
Flu burung pada manusia belum ada
obatnya. Meskipun tidak semua penderita mengalami kematian, flu burung tetap
harus diwaspadai karena dikhawatirkan virus ini akan mengalami mutasi menjadi
lebih ganas. Berikut ini beberapa tindakan untuk mewaspadai flu burung:
·
Berolahraga secara teratur, sehingga fisik
sehat.
·
Makan makanan yang bergizi, agar dapat menyuplai
energi untuk pembentukan kekebalan tubuh yang optimal.
·
Mengkonsumsi
produk unggas yang benar-benar sudah matang.
·
hindari
berkunjung ke peternakan.
·
Seringlah
mencuci tangan dan hindari meletakkan tangan di hidung dan mulut.
·
Membiasakan
hidup bersih dan menjaga kebersihan lingkungan.
·
Cukup istirahat.
Jika ada yang terkena flu burung di
sekitar kita maka langkah yang dapat diambil adalah:
- Tidak panik, tapi tetap waspada.
- Membawa penderita ke dokter atau rumah sakit terdekat.
- Melaporkan pada pihak terkait, seperti Dinas Peternakan atau Dinas Kesehatan setempat supaya ditindaklanjuti.
- Tidak mengucilkan keluarga penderita karena keluarga penderita belum tentu tertular. Selain itu belum ada bukti bahwa flu burung menular antar manusia.
Penanggulangan di
rumah sakit
- Penderita dirawat di ruang isolasi
selama 7 hari (masa penularan).
- Oksigenasi, dengan mempertahankan
saturasi O2 > 90 %
- Hidrasi
- Antibiotika, anti inflamasi , obat
–obatan imunomodulator
- Terapi simptomatis untuk gejala flu, seperti
analgetika / antipiretika, mukolitik, dekongestan.
Pencegahan flu burung
Flu burung belum ada obatnya. Upaya
yang dilakukan hanya bersifat pencegahan dan pertolongan pertama. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan pencegahan luar dan dalam tubuh.
1). Pencegahan Luar
Pencegahan luar
bertujuan untuk mencegah penularan dari lingkungan agar tidak masuk ke dalam
tubuh. Tindakannya adalah:
- Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari unggas harus menggunakan pelindung.
- Memusnahkan unggas yang terkena flu burung.
- Peternakan harus dijauhkan dari perumahan untuk mengurangi resiko penularan.
- Tidak mengkonsumsi produk unggas dari peternakan yang terkena wabah flu burung.
- Tetap terapkan pola hidup sehat
2). Pencegahan Dalam
Pencegahan dalam dilakukan dengan
mengonsumsi obat dan makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
- Obat
Obat yang direkomendasikan untuk mencegah
terinfeksi flu burung adalah obat antiviral misalnya amantadine dan rimantadine
dan penghambat neurominidase misalnya oseltamivir dan zanimivir.
Obat ini digunakan dalam pencegahan dan
pengobatan influenza di beberapa Negara dan diperkirakan dapat juga mengatasi
penyakit flu burung.
- Makanan
Mengkonsumsi makanan yang banayak mengandung
serat dan kandungan antioksidan tinggi seperti buah dan sayuran.
Sebagai warga masyarakat kita perlu tau hal-hal yang harus
dilakukan dan diperhatikan untuk mencegah terjadinya penyakit, minimal untuk diri sendiri, keluarga, lingkungan maupun
masyarakat pada umumnya. Menurut Leavell and Clark, ada
5 (lima) tingkat pencegahan penyakit. Pada point 1 dan
2 dilakukan pada masa sebelum sakit dan point 3,4,5 dilakukan pada masa sakit.
Adapun 5 tingkat pencegahan penyakit sebagai berikut:
1.
Peningkatan kesehatan (health promotion)
a.
Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
b.
Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
c.
Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misal untuk kalangan menengah ke atas
di negara berkembang terhadap resiko jantung koroner.
d.
Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
e.
Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial.
f.
Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
2.
Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general and specific protection)
a.
Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah penyakit
b.
Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misal yang terkena flu burung.
c.
Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat kerja.
d.
Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun
maupun alergi.
e.
Pengendalian sumber-sumber pencemaran.
3.
Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early diagnosis and prompt treatment)
a.
Mencari kasus sedini mungkin.
b.
Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan . Misalnya
pemeriksaan darah, rontgent paru.
c.
Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul
dapat segera diberikan pengobatan.
d.
Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
e.
Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
4.
Pembatasan kecacatan (dissability
limitation)
a.
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi
komplikasi.
b.
Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
c.
Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan
dan perawatan yang lebih intensif.
5.
Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
a.
Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.
b.
Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan dukungan
moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.
c.
Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang
telah cacat mampu mempertahankan diri.
d.
Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang
setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
B.
Kesimpulan
Flu burung atau dalam bahasa Inggris
dikenal dengan avian flu atau avian influenza (AI) adalah penyakit menular yang
disebabkan virus influenza A sub tipe H5N1 yang biasanya menyerang unggas
tetapi juga dapat menyerang manusia. Virus ini termasuk famili Orthomyxoviridae
dan memiliki diameter 90-120 nanometer. Virus avian influenza ini menyerang
alat pernapasan, pencernaan dan sistem saraf unggas Secara normal, virus
tersebut hanya menginfeksi ternak unggas seperti ayam, kalkun, dan itik. Tetapi
walaupun jarang dapat menyerang spesies hewan tertentu selain unggas misalnya
babi, kuda, harimau, macan tutul, dan kucing.
Pada dasarnya, wabah flu burung sudah
terjadi sejak tahun 1959 di Skotlandia. Pada saat itu ditemukan virus avian
influenza subtipe H5N1 yang menyerang ternak unggas dan menular ke
manusia. Di Asia, wabah virus flu burung merebak sekitar tahun 90-an di
Hongkong. Sejak saat itulah, flu burung menjadi penyakit pandemik (Lintas batas
Negara). Thailand, Malaysia, Cina, Korea, Kamboja, dan Indonesia adalah
sebagian Negara yang telah terjangkit virus flu burung.
Munculnya penyakit Flu burung menimbulkan
dampak yang luar biasa terutama di bidang perekonomian di suatu Negara.
Kerugian di Industri peternakan menyebabkan hilangnya keuntungan milyaran
rupiah yang dialami baik peternak ataupun Negara, terutama bagi Negara
berkembang yang bergantung pada industri tersebut sebagai salah satu sumber
pendapatannya.
Kemungkinan
dampak negatif yang ditimbulkan oleh virus ganas ini akan semakin meluas karena
didukung tingkat penyebaran virus yang bisa berkembang dan menyebar luas dengan
cepat. Hal itu bisa terjadi jika tidak dilakukan tindakan preventif, baik
terhadap unggas maupun pada manusia yang bersinggungan langsung dengan ternak
unggas.
C. SARAN
1. Dalam penanggulangan Flu Burung dibutuhkan peningkatan
komtmen politis dan dukungan multisektoral.
2. Kasus Flu Burung yang terus meningkat memerlukan penanggulangan
yang lebih intensif, dititik beratkan pada pencegahan dan diintegrasikan dengan
perawatan, dukungan serta pengobatan terhadap Orang yang terkena penyakit Flu
Burung
3. Mencegah dan mengurangi penularan Flu Burung terutama
melalui informasi dan edukasi mengenai Flu Burung dan pencegahanya kepada
masyrakat terutama kelompok rawan.
4. Dalam penanggulangan Flu Burung perlu ditingkatkan pula:
·
Sarana dan prasarana
deteksi, konseling, perawatan dan pengibatan
·
Pendidikan dan
pelatihan
·
Penelitian dan
pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Soejoedono, D. Retno. 2006. Flu Burung. Penerbit Swadaya : Depok.
Akoso, Budi Tri. 2006. Waspada Flu Burung. Penerbit Kanisius :
Yogyakarta.
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. UI : Jakarta.
http://informasi-kesehatan40.blogspot.com/2008/09/penkes-flu-burung.html
di Akses pada tangga; 23 Mei 2011
http://nuraizzha-isha.blogspot.com/2009/07/pengertian-flu-burung.html
di Akses pada tangga; 23 Mei 2011
Show Conversion Code Hide Conversion Code Show Emoticon Hide Emoticon